3 Tahun Tak Pungut Sewa, Dinkop Surabaya Sebut Tak Ada Aturannya
Dinas Koperasi (Dinkop) Surabaya tepis tuduhan terkait 11 pasar yang lolos dari tarikan retribusi daerah, selama tiga tahun terakhir. Pasar itu berdiri di atas asset milik Pemkot Surabaya. Sebelumnya laporan yang bersumber dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu digaungkan oleh Komisi C DPRD Surabaya.
Menurut Dwi Djaja Sekretaris Dinkop Surabaya, apa yang disampaikan DPRD beberapa waktu lalu adalah masalah komunikasi yang salah saja. Menurutnya, yang dipermasalah BPK adalah tentang lapak milik LPMK yang dibangun di atas lahan pemkot.
"Nah temuan BPK itu terkait dengan aset pemkot dipakai oleh orang atau pihak lain tanpa ada hubungan hukumnya. Nah rekom BPK harus dibuat hubungan hukum," ujarnya di Kantor Dinkop Surabaya, Kamis 5 Februari 2020.
Pria asal Jemur Wonosari itu juga mengatakan, dari 11 pasar yang dituduhkan oleh Dewan, memang belum terikat oleh Perda. Ia juga mengatakan, tidak adanya Perda juga bertujuan untuk pemberdayaan pelaku usaha mikro.
Menurutnya, lahan itu pada awalnya hendak dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Surya (PDPS). Konsekuensinya, pengguna lahan akan dikenai retribusi, sebab PDPS memiliki Perda untuk menarik retribusi.
"Memang ada 11 pasar, tapi baru sembilan yang beroperasi. Kalau kami narik (retribusi pasar tradisional) malah salah. Kan tidak ada peraturan daerahnya," pungkasnya.
Sementara itu, Aning Rahmawati Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya mengungkapkan bahwa saat sidak di Pasar Penjaringan, semua stan tidak ditarik retribusi maupun sewa. Padahal pasar tersebut sudah beroperasi lebih dari setahun.
"Ada 10 stan yang beroperasi. Saat pedagang saya tanya ditarik retribusi atau tidak, jawabannya tidak," ungkapnya.
11 pasar tradisional yang dikelola Dinkop diakuinya belum memiliki aturan retribusi dan juga sewa. Selain Dinkop, ada PDPS yang juga mengelola 81 pasar lain di Surabaya. Meski Aning belum mengetahui Perda retribusi yang dijadikan acuan PDPS.
Menurutnya, hasil audit dari BPK bisa jadi acuan untuk mempertanyakan, mengapa tak ada retribusi dan juga sewa yang dikenakan pada aset daerah. "Padahal itu (Pasar Penjaringan) merupakan barang milik daerah. Kalau barang milik daerah hubungan hukumnya kalau tidak sewa ya retribusi," paparnya.
Politisi PKS itu juga mengatakan walau sudah tidak ditarik biaya, namun masih saja banyak stan di pasar yang kosong. Pembeli juga sepi di pasar tersebut.
Menurutnya, pedagang enggan berjualan di pasar yang sapi pembeli. Jika ada, pedagang di pasar itu berjualan karena terpaksa, meski merugi. Ia mengendus ada yang salah dalam pendirian suatu pasar, jika ternyata pedagang tak mau menempatinya.
Advertisement