Soal Sutet di Dekat Pesantren, PBNU: PLN Harus Lakukan Relokasi
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan kepeduliannya dengan pondok pesantren yang berada di lokasi tiang pemancang saluran listrik udara tegangan ekstra tinggi (SUTET). Hal itu sebagai perlindungan terhadap santri atas kenyamanan proses belajar-mengajar di lembaga pendidikan Islam itu.
Untuk itu, PBNU menyurati Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar merelokasi tiang pemancang SUTET. Seperti yang akan didirikan dekat pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, Jawa Barat.
Surat PBNU bernomor 3815/B.II.07/12/2019 tersebut sebagai bentuk tindak lanjut dari surat PCNU Kabupaten Cirebon perihal keberatan pembangunan SUTET yang hanya berjarak 6 Meter dari Pesantren Bina Insan Mulia di Cisaat, Dukupuntang, Cirebon.
Surat dari PBNU ditandatangani Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj dan Sekjen, H Helmy Faishal Zaini meminta PLN merelokasi tiang pemancang yang akan melewati pesantren Bina Insan Mulia. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan keamanan santri dan kelancaran kegiatan belajar mengajar di pesantren.
“Kami meminta PLN merelokasi tiang SUTET yang melewati Pesantren Bina Insan Mulia sebagaimana aspirasi rakyat setempat. Ini mempertimbangkan keamanan santri dan kelancaran kegiatan di pesantren," kata Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini dalam keterangannya diterima ngopibareng.id, Selasa 16 Desember 2019.
Helmy juga meminta Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum (LPBH) NU untuk membantu melakukan advokasi pesantren tersebut. Pihaknya berharap PLN secara bijaksana bisa mengerti dan memindah titik pembangunan SUTET yang akan dibangun dekat pesantren Bina Insan Mulia
“LPBH akan melakukan advokasi untuk permasalahan tersebut hingga selesai. Sehingga kegiatan pesantren berjalan lancar tanpa ada kekhawatiran akan adanya SUTET tersebut," kata Helmy, ditemani Ketua LPBH Royandi dan Ketua LAZISNU Ahmad Sudrajat di Gedung PBNU, Jakarta.
Terkait masalah ini, Kepala Madrasah Aliyah Pesantren Bina Insan Mulia bertaraf internasional, Ferry Muhammad Syah mengatakan pemindahan jalur SUTET penting untuk menjaga keberlangsungan dan pengembangan pesantren Bina Insan Mulia
“Pesantren Bina Insan Mulia ini menjadi pilot project dan trendsetter pendidikan modern di Cirebon, alumni-alumni kami sudah banyak yang belajar di luar negeri mulai dari Mesir, Turki, bahkan Rusia dan China.
"SUTET akan sangat mengganggu dan membahayakan. Pesantren meminta agar digeser 100 meter dari area sehingga sebanyak kurang lebih 2000 santri berada di wilayah yang aman," kata Ferry yang juga alumni Temple University dan Florida University, Amerika Serikat.
Penolakan pembangunan SUTET dekat pesantren Bina Insan Mulia juga disampaikan Ketua DPRD Cirebon, Mohamad Lutfi, setelah melakukan audiensi dengan pihak pesantren Bina Insan Mulia dengan PLN pada 10 Desember 2019 lalu.
Bahkan DPRD Cirebon mengeluarkan surat rekomendasi ditujukan kepada Direktur PT PLN (Persero) UP 3 Cirebon yang isinya menolak jalur SUTET melintas wilayah pendidikan karena berisiko menimbulkan gangguan kesehatan bagi para siswa yang melakukan kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan.
Surat rekomendasi DPRD Cirebon juga meminta pihak PLN mengevaluasi pembangunan SUTET yang melintasi pesantren Bina Insan Mulia serta meminta pihak PLN membuat survey analisa tentang perubahan jalur lintasan yang dimungkinkan, agar jalur SUTET yang melintas wilayah pesantren Bina Insan Mulia bergeser sejauh 100 meter.
Penolakan pendirian SUTET ini sebelumnya juga didukung oleh para Kyai se-Cirebon lewat pernyataan Ketua PCNU Cirebon, KH Azis Hakim Syaerozi setelah berkoordinasi dengan stakeholder pesantren dan para Kiai.
Pesantren Bina Insan Mulia saat ini dipimpin Pengasuh KH Imam Jazuli yang merupakan alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia) dan Pengurus PBNU periode 2010-2015.
Pesantren ini berkembang pesat dengan visi internasional, sebanyak kurang lebih 2000 santri dari berbagai daerah bukan hanya dari Cirebon mengenyam pendidikan di Pesantren Bina Insan Mulia.