KPK Belum Konfirmasi Keabsahan Surat Tersangka Novanto
Beredarnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atas nama Ketua DPR Setya Novanto bernomor Nomor Sprin.Dik-113/01/10/2017. Berarti pada tanggal 31 Oktober 2017. Penyidik menjerat Novanto sebagai tersangka terhitung sejak dikeluarkannya sprindik itu.
Berikut penggalan SPDP baru atas nama Setya Novanto yang beredar di kalangan awak media.
"Dengan ini diberitahukan bahwa pada hari Selasa, tanggal 31 Oktober, telah dimulai penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP elektronik) tahun 2011 sampai dengan 2012 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto. Bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustius alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan Ir Sugiharto, MM selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan kawan-kawan."
"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHAP atas nama tersangka Setya Novanto." demikian penggalan SPDP itu.
Juru bicara KPK Febri Diansyah belum bisa mengonfirmasi keabsahan surat itu. "Informasi tersebut belum bisa kami konfirmasi, yang pasti KPK sedang berusaha mendalami dan memperkuat konstruksi hukum dalam kasus e-KTP ini," katanya.
Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi mengaku belum menerima SPDP atau pemberitahuan penetapan tersangka untuk kliennya.
"Kita tidak ada terima sprindik, dan tidak terima SPDP," kata Yunadi.
Dia menjelaskan, SPDP baru tersebut hanya isu belaka. Yunadi juga mengatakan yang menyebarkan informasi tersebut memiliki maksud busuk.
"Diduga yang menyebarkan ada maksud busuk," ungkap Yunadi.
Diketahui, Setya Novanto diduga bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudiharjo (ASS), Andi Agusinus alias Andi Narogong, Irman dan Sugiharto melakukan tindak pidana korupsi atas megaproyek bernilai Rp5,9 triliun tersebut.
Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sebelumnya, Setnov sudah pernah ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus yang sama. Namun Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggugurkan status tersangka tersebut setelah mengabulkan gugatan praperadilan yang dilayangkan Setnov terhadap KPK. (kuy)