Soal Rezeki yang Indah, Humor Sufi Antara Guru dan Murid
Perbedaan pendapat di kalangan ulama, bukan hal yang harus dijauhi. Masing-masing mempunyai alasan dan argumentasi yang jelas karena ilmu yang dimilikinya. Seperti dalam khazanah pesantren, dikenal luas perdebatan antara KH Muhammad Hasyim Asy'ari dan KH Faqih bin Abdul Jabbar Maskumambang, soal boleh tidaknya menggunakan ketongan sebagai penanda waktu sembahyang.
Ternyata, fakta perbedaan antara guru dan murid di kalangan ulama sudah berlangsung lama. Berikut di antara kisah Imam Malik dan Imam Syafi'i.
Imam Malik: "Sesungguhnya rezeki itu datang tanpa sebab, cukup dengan tawakkal yang benar kepada Allah niscaya Allah akan memberikan rezeki. Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah mengurus lainnya."
Imam Syafi'i: "Seandainya seekor burung tidak keluar dari sangkarnya, bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki?."
Suatu saat tengah meninggalkan pondok, Imam Syafii melihat serombongan orang tengah memanen anggur. Beliau membantu mereka. Setelah pekerjaan selesai, Imam Syafi'i memperoleh imbalan beberapa ikat anggur sebagai balas jasa.
Imam Syafii girang. Bukan karena mendapatkan anggur, tetapi pemberian itu telah menguatkan pendapatnya. Jika burung tak terbang dari sangkar, bagaimana ia akan mendapat rezeki. Seandainya dia tak membantu memanen, niscaya tidak akan mendapatkan anggur.
Bergegas dia menjumpai Imam Malik, sang guru. Sambil menaruh seluruh anggur yg didapatnya ia bercerita, Imam Syafii sedikit mengeraskan bagian kalimat:
"Seandainya saya tidak keluar pondok dan melakukan sesuatu (membantu memanen) tentu saja anggur itu tdk akan sampai di tangan saya.”
Mendengar itu Imam Malik tersenyum, seraya mengambil anggur dan mencicipinya. Imam Malik berucap pelan:
“Sehari ini aku memang tidak keluar pondok, hanya mengambil tugas sebagai guru, dan sedikit berpikir alangkah nikmatnya kalau dalam hari yang panas ini aku bisa menikmati anggur.
Tiba-tiba engkau datang sambil membawakan beberapa ikat anggur untukku. Bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang tanpa sebab. Cukup dengan tawakkal yang benar pada Allah, niscaya Allah akan berikan rezeki.
Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah yang mengurus lainnya.”
Guru dan murid itu kemudian tertawa bersama.
Dua Imam madzab mengambil dua hukum yang berbeda dari hadits yang sama. Begitulah cara ulama bila melihat perbedaan, bukan dengan cara menyalahkan orang lain dan hanya membenarkan pendapatnya saja. Semoga dapat menjadi pelajaran buat kita semua.
*) Kisah ini ditulis oleh seorang ulama Tarim Hadramaut yang bernama al-Habib Muhammad bin Alawi Alaydrus (Habib Sa'ad).