Soal Qunut Subuh, Ngaji Data yang Valid Antara Pro dan Kontra
Ada guyonan di kalangan para tokoh Islam di Indonesia. Pada masa dahulu, kalangan modernis dan tradisionalis berdebat soal Qunut Subuh.
Kalangan modernis, direpresentasikan Muhammadiyah menolak amalan sunah itu, sedang kalangan pesantren khususnya dari Nahdlatul Ulama menganggap Qunut Subuh sebagai sunah muakadah (Sunah yang diwajibkan lebih diutamakan).
Kini, kedua pendukung ormas Islam yang moderat di Indonesia itu tak lagi memperdebatkan masalah itu. "Ya, karena ada di antara mereka sering ketinggalan saat waktu Subuh." Begitulah komentar bernada kritik itu.
Sementara itu, di kalangan para alim, para ustaz, tetap memberi penjelasan soal dalil dan hujjahnya. Seperti pengalaman Ust Muhammad Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur berikut:
Ngaji paling enak tentu di lingkungan sendiri, sesama Mazhab dan serba intern. Enaknya tidak perlu buka banyak kitab, cukup kitab tertentu dan syarahnya, beres sudah.
Dulu juga begitu. Awal saya ngaji di masjid yang satu lingkungan enak-enak saja yang saya rasakan. Namun ketika masuk ke masjid yang jemaahnya beragam, pertanyaan pun mulai di luar tema, bahkan menghujat fikih kita. Seperti ini bagi saya adalah tantangan. Kalau tidak dijawab dengan argumen yang kuat taruhannya jemaah kita yang ragu dengan Amaliahnya. Alhamdulillah sejauh ini Allah memberi kemudahan dalam menjawab.
Dua Dalil
Akhirnya metode kajian saya di perkotaan ini adalah menyajikan 2 dalil, baik pro dan kontra. Saya persilakan opsi akhir berada dalam keputusan mereka. Tapi tentu di bagian akhir saya menguatkan dalil ulama kita. Dengan begitu, bagi jemaah kita makin mantap dengan Amaliahnya, sementara di luar kita bisa memahami dalil kita.
Contohnya saat beberapa hari lalu ngaji bersama jemaah ibu-ibu Masjid Al-Falah, Surabaya. Giliran dalil Qunut saya sampaikan kedua pendapat Mazhab yang menganjurkan Qunut dan yang tidak.
Bagi yang berpendapat tidak ada Qunut Subuh karena menilai Qunut tersebut adalah Qunut Nazilah (Doa karena ada musibah umat Islam). Sedangkan hadis Imam Ahmad dinilai dlaif oleh mereka.
Hadis yang menegaskan bahwa Nabi meninggalkan Qunut adalah hadis berikut:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ.
Dari Anas bahwa Nabi melakukan Qunut selama satu bulan mendoakan untuk Kabilah di Arab, Lalu Nabi meninggalkan Qunut (Muslim)
Sementara bagi yang menjalankan Qunut adalah hadis berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَا زَالَ رَسُولُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا.(رواه أحمد والدارقطني).
“Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik. Beliau berkata, “Rasulullah SAW senantiasa membaca qunut ketika shalat subuh sehingga beliau wafat.” (Musnad Ahmad bin Hanbal, juz III, hal. 162 [12679], Sunan al-Daraquthni, juz II, hal. 39)
Kalau ada hadis Qunut Subuh kenapa tidak melakukan Qunut Subuh semuanya? Sebab ulama terjadi perbedaan pendapat dalam menilai sahih dan tidaknya. Bagi Mazhab Syafi'i tentu menilai sahih:
حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ رَوَاهُ جَمَاعَةٌ مِنَ الْحُفَّاظِ وَصَحَّحُوْهُ وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى صِحَّتِهِ اْلحَافِظُ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍ الْبَلْخِي، وَالْحَاكِمُ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ فِي مَوَاضِعَ مِنْ كُتُبِ الْبَيْهَقِي وَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِي مِنْ طُرُقٍ بِأَسَانِيْدَ صَحِيْحَةٍ (المجموع ج 3 ص 504).
“Hadits tersebut adalah shahih. Diriwayatkan oleh banyak ahli hadits dan mereka kemudian menyatakan kesahihannya. Di antara orang yang menshahihkannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi serta al-Hakim Abu Abdillah di dalam beberapa tempat di dalam kitab al-Baihaqi. Al-Daraquthni juga meriwayatkannya dari berbagai jalur sanad yang shahih.” (Al-Majmu’, juz III, hal. 504).
Bagi yang tidak sependapat Qunut karena:
ﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﺿﻌﻴﻒ، ﺃﺑﻮ ﺟﻌﻔﺮ اﻟﺮاﺯﻱ -ﻭاﺳﻤﻪ ﻋﻴﺴﻰ ﺑﻦ ﻣﺎﻫﺎﻥ- ﺳﻴﺊ اﻟﺤﻔﻆ
Sanad hadisnya daif. Abu Ja'far Ar-Razi yang bernama Isa bin Haman adalah perawi yang buruk hafalannya.
Namun kita sampaikan pula ulama dari Salafi yang tidak mendaifkan, yaitu Syekh Abdul Qadir Al-Arnauth:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : " أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِى الصُّبْحِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا " ( الأذكار 48/1 ) قال الإمام النووى فى " الأذكار " 1 / 48 : قال الحاكم : حديث صحيح (روضة المحدثين - ج 10 / ص 179) تعقيب : قال عبد القادر الأرناؤوط 1 / 48 : و أخرجه الحاكم أيضا فى كتاب القنوت . وَقَالَ عَبْدُ الْقَادِرِ اْلأَرْنَاؤُوْطُ 1 / 48 : أَيْضًا صَحَّحَهُ الْحَاكِمُ عَلَى طَرِيْقَتِهِ فِى تَصْحِيْحِ مَا هُوَ حَسَنٌ عِنْدَ غَيْرِهِ ، فَالصَّوَابُ أَنَّ الْحَدِيْثَ حَسَنٌ .
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Saw selalu membaca doa Qunut dalam salat Subuh hingga wafat” (al-Adzkar 1/48 Imam an-Nawawi berkata bahwa al-Hakim menyatakan hadis ini sahih). Abdul Qadir al-Arnauth berkata: Hadis ini diriwayatkan juga oleh al-Hakim dalam kitab al-Qunut. Ia berkata: “al-Hakim menilainya sahih. Sesuai metodenya menilai sahih sebuah hadis yang menurut ulama lainnya adalah hasan. Maka yang benar hadis tersebut (Qunut riwayat Anas) adalah hasan.
Demikian semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bisshawab.
Advertisement