Soal Politisasi Agama, Ini Kritik Terpedas Gus Mus
KH Ahmad Mustofa Bisri meminta politikus tidak menyeret agama untuk kepentingan politik praktis dan merebut kekuasaan semata. Karena hal itu dapat merugikan agama Islam sendiri, apalagi digambarkan pembuat kerusuhan dan haus kekuasaan.
“Sekarang banyak politikus yang menarik-narik agama ke politik. Allah dibawa-bawa ke ranah kampanye. Suriah dulu rusak karena agama digunakan untuk kepentingan politik,” tutur Gus Mus pada ngopibareng.id, Kamis 8 November 2018.
"Dalil tidak digunakan pada tempatnya. Bisa-bisanya surat Al Maidah ditarik ke politik. Perkara lima tahun sekali kok dibelain sampai kayak mau kiamat. Padahal lima tahun lagi akan ada pemilihan baru," kata Gus Mus, panggilan akrab Mustasyar PBNU ini.
"Kok ya ada gerakan kembali ke Al-Quran dan Al-Hadis. Tapi Al-Quran yang dimaksud adalah Quran terjemahan Departemen Agama (Depag). Padahal bahasa Indonesia itu tidak bisa sempurna memaknai bahasa Al-Quran. Karena keterbatasan kosa kata. Bersyukurlah santri yang masih belajar di pesantren," kata Gus Mus.
Gus Mus pun menyoroti banyaknya politikus yang menggunakan dalil-dalil Al-Quran untuk menjatuhkan lawan politik. Ayat suci tersebut digunakan untuk membenarkan tindakannya. Terkesan memaksakan dalil. Bahkan karena saking fanatiknya pada pilihan politik sampai-sampai merusak persaudaraan. Kakak dan adik tidak lagi akur. Sama tetangga tidak berteguran karena beda pilihan.
"Jadi saya tidak terlalu percaya kalau politikus suka dalil-dalil, kepentingan sesaat. Bahayanya kalau seandainya dalil lima tahun lalu berbeda dengan tahun sekarang. Karena keadaan politik, padahal jejak digital itu kejam. Malah kelihatan tidak konsisten, dulu mengharamkan tapi sekarang membolehkan," ujar Gus Mus.
Sebelumnya, Gus Mus menyampaikan masalah tersebut pada acara Haul ke-3 KH Aziz Manshur di Pesantren Paculgowang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin 6 November 2018. Di depan para kiai dan santri di Jombang itu, Gus Mus menyampaikan kritik yang pedas atas kondisi masyarakat kita saat ini.
Gus Mus pun mengaku heran dengan kelompok Islam gerakan kembali ke Al-Quran dan Hadis. Kelompok ini merasa paling benar dan teriak ke sana ke mari merasa paling gagah. Mereka berdemo-demo seolah paling benar. Ia berpendapat gerakan ini subur juga karena sekarang orang waras banyak yang mengalah. Ini harus dibalik sekarang, orang waras harus bicara.
"Kok ya ada gerakan kembali ke Al-Quran dan Al-Hadis. Tapi Al-Quran yang dimaksud adalah Quran terjemahan Departemen Agama (Depag). Padahal bahasa Indonesia itu tidak bisa sempurna memaknai bahasa Al-Quran. Karena keterbatasan kosa kata. Bersyukurlah santri yang masih belajar di pesantren," tutur Gus Mus.
Oleh karenanya, Gus Mus usul untuk melawan gerakan kembali ke Al-Qur'an dan Hadis dengan ngaji kepada para ahli di pesantren. Ditambah lagi dengan memperbanyak kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Karena kalau tidak begitu, orang tidak paham agama secara mendalam akan berfatwa terus.
"Maulid Nabi dan Haul kalau bisa setiap malam, biar tidak lali (lupa-red) sama kebaikan nabi dan kiai. Biar tidak ada lagi istilah nabi dawuh ngulon (barat), orangnya malah ngetan (timur). Sudah salah, ditambahi takbir lagi. Kembali ke Al-Quran itu ya ngaji, kembali ke pesantren," tandas Gus Mus. (adi)