Soal Layanan Sertifikasi Halal, Sinergi Lintas Sektor Disorot
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal menggelar Rapat Koordinasi Nasional bersama MUI dan LPPOM. Rakornas membahas tentang Layanan Sertifikasi Halal.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi, pada kesempatan itu, menyoroti pentingnya sinergi lintas sektoral antara BPJPH, MUI, dan LPPOM MUI sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang sudah ada di Indonesia.
"Masih banyak PR yang perlu kita kerjakan. Maka dari itu, saya mohon kerja sama kita semua bahu-membahu. Mengelola halal meliputi mata rantai yang panjang, dari hulu ke hilir," terang Wamenag, Selasa 10 Desember 2019.
Menurut Wamenag, regulasi memandatkan kerjasama layanan sertifikasi halal itu pada tiga aktor: BPJPH, MUI dan LPPOM-MUI. Untuk itu, butuh kebesaran hati masing-masing untuk saling bersinergi, bekerja sama secara produktif, dan menanggalkan kepentingan individu atau kelompok demi kepentingan nasional dan umat yang jauh lebih besar.
Selain tiga aktor utama, lanjut Wamenag, halal juga berkaitan dengan multi-stakeholders. Penetapan kehalalan produk perlu peran institusi lain: otoritas keagamaan (MUI), lembaga pemeriksa dan pengujian produk (LPH), pengawas produk (BPOM), peredaran barang/produk dari dalam dan luar negeri (Kementerian perindustrian, perdagangan, bea cukai), hubungan luar negeri, kerja sama internasional dengan lembaga halal luar negeri (Kemenlu), hingga lembaga akreditasi (KAN, BSN).
"Belum lagi pelaku usaha yang terdiri atas perusahaan besar, menengah, kecil dan mikro di bawah kordinasi dan pembinaan kementerian/lembaga lain, seperti Kemenkes, Kemenkop UKM, Pemda, dan Kemendag," tuturnya.
Potensi pengembangan halal di Indonesia juga sangat besar. Saat ini tercatat ada sekitar 63,5 juta pelaku usaha mikro di Indonesia. Jika setengahnya saja menjadi target kewajiban bersertifikat halal, ada 30-an juta pelaku usaha yang membutuhkan sertifikat halal.
Belum lagi jumlah pelaku usaha kecil yang mencapai 783.132 unit, 60.702 unit pelaku usaha menengah, dan tak kurang 5.550 unit pelaku usaha besar yang memerlukan dan wajib memiliki sertifikat halal.
"Data ini menjadi tantangan tersendiri bagi semua pelaku layanan sertifikasi halal. Tantangan itu mulai dari aspek kemampuan SDM, infrastruktur halal, jumlah auditor halal, ketersediaan penyelia halal. Sebaran Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), pengawas JPH, hingga sistem informasi dan komunikasi yang canggih untuk menopang itu semua," tutur Zainut Tauhid.
Zainut mengingatkan bahwa banyak pihak yang saat ini konsen dengan halal, mulai dari Presiden, Wapres, para menteri, perguruan tinggi, pemda, ormas keagamaan, serta para pelaku usaha dan dunia bisnis. Untuk memastikan layanan sertifikasi halal dipersiapkan dengan optimal, konsolidasi internal dan kordinasi serta komunikasi lintas instansi mesti harus tempuh.
"Amanat UU mesti dijalankan. Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang," pesannya.
Hadir dalam Rakornas ini, Kepala BPJPH beserta jajarannya, pimpinan Majelis Ulama Indonesia, pimpinan Komisi Fatwa MUI baik pusat maupun provinsi, Direktur LPPOM-MUI beserta pimpinan LPPOM-MUI Daerah, serta
Satgas BPJPH Daerah/ Kanwil Kementerian Agama seluruh Indonesia. Rakornas akan berlangsung hingga 11 Desember 2019.