Soal KTP di ISIS, Kepala BNPT: Teroris Lakukan Perpindahan Tempat
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengatakan, strategi Foreign Terrorist Fighters (FTF) terbukti telah dilakukan kaum teroris di Yaman.
Perpindahan FTF (baik yang disebut sebagai 'returnees' dan 'relocators') relatif mudah antarnegara. Karena itu, BPPT perlu memperkuat kerja sama internasional melalui 'border control'. Di sinilah, data Interpol 24/7 menjadi penting untuk mengidentifikasi individu-individu yang terlibat sebagai FTF.
Ia mengungkapkan hal itu, terkait video kelompok Houthi menggerebek persembunyian teroris di Al Bayda, Yaman, viral di media sosial. Ada lembaran uang rupiah dan KTP warga Mojokerto bernama Syamsul Hadi Anwar yang ditemukan di lokasi.
Menurutnya, Syamsul Hadi merupakan salah satu orang dari kelompok Ibnu Mas'ud. Dia adalah tokoh penting di Suriah.
"Syamsul Hadi alias Abu Hatim Al Sundawy Al Indonesy ini, orang Ibnu Mas'ud. Termasuk tokoh penting di Suriah," kata Boy, dalam keterangan pada pers dikutip Selasa, 1 September 2020.
Boy pun menjelaskan sejumlah poin penting mengenai penyerangan kelompok Houthi ke basis ISIS di Bayda, Yaman.
Klaim penyerangan Houthi ini juga disebut merupakan klaim dari tentara pemerintah Yaman bahwa telah menyerang kelompok baik yang berbasis Al Qaeda dan ISIS pada pertengahan Agustus di Bayda, Yaman.
"'Protracted civil war' di Yaman adalah daya tarik munculnya berbagai kelompok teroris di Yaman, salah satunya dengan munculnya ISIS. Oleh karena itu, dengan kekalahan ISIS di Suriah dan Irak menyebabkan sejumlah 'fighters' yang relokasi (relocating)," ujar Boy.
Selain itu, kata Boy, munculnya uang rupiah dan KTP warga Indonesia dalam video viral penggerebekan menandakan bahwa Foreign Terrorist Fighters (FTF) telah melakukan perpindahan tempat. Perpindahan tempat ini disebabkan kekalahan ISIS di Suriah dan Irak.
"Video di atas dengan ditemukan 'uang rupiah termasuk KTP' menunjukkan bahwa FTF asal Indonesia juga melakukan 'relokasi' daerah perang. Secara umum permasalahan FTF bukan saja menyangkut masalah 'returnees'/kembali tapi juga menyangkut masalah 'relocators'/relokasi.
"Hal ini juga menunjukkan terjadi perpindahan 'fighters' dari satu wilayah ke wilayah lainnya, khususnya negara-negara yang memiliki konflik internal," ujar Boy, seperti dilansir detik.com.
Di Indonesia justru UU No 5/2018 dibentuk untuk menghadapi returnees (asal Indonesia), contoh ada pasal 12 (b) dan ada terkait pasal mengenai deradikalisasi (malah PP No.77/2019 - menyebut soal individu/kelompok yg berjuang di luar negeri).
"Indonesia memiliki lengkap dalam strategi PRR-nya," sambung Boy.
Dalam menyikapi relokasi para FTF ini, Boy mengatakan Indonesia sudah mempunyai sejumlah strategi. Hal itu juga diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Perpindahan FTF (baik yang disebut sebagai 'returnees' dan 'relocators') yang relatif mudah antarnegara perlu diperkuat kerja sama internasional melalui 'border control' - data Interpol 24/7 menjadi penting untuk mengidentifikasi individu-individu yang terlibat sebagai FTF," ujar Boy.
"Kita telah memiliki strategi PRR (prosecution, rehabilitation, and reintegration) yang efektif dalam menghadapi FTF returnees dan relocators.