Soal Keajaiban, Semula Nabi Hendak Beri Tahu Lailatul Qadar
Malam Seribu Bulan adalah malam ketika kaum mukmin mengharapkan keberkahan dan karunia Allah Subhanahu Wa-ta'ala (S.w.t.) pada malam-malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Awalnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (S.a.w.) hendak memberi tahu Lailatul Qadar.
ﻗﺎﻝ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﺑﻦ اﻟﺼﺎﻣﺖ، ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺧﺮﺝ ﻳﺨﺒﺮ ﺑﻠﻴﻠﺔ اﻟﻘﺪﺭ، ﻓﺘﻼﺣﻰ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻓﻘﺎﻝ: «ﺇﻧﻲ ﺧﺮﺟﺖ ﻷﺧﺒﺮﻛﻢ ﺑﻠﻴﻠﺔ اﻟﻘﺪﺭ، ﻭﺇﻧﻪ ﺗﻼﺣﻰ ﻓﻼﻥ ﻭﻓﻼﻥ، ﻓﺮﻓﻌﺖ، ﻭﻋﺴﻰ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺧﻴﺮا ﻟﻜﻢ، اﻟﺘﻤﺴﻮﻫﺎ ﻓﻲ اﻟﺴﺒﻊ ﻭاﻟﺘﺴﻊ ﻭاﻟﺨﻤﺲ»
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam akan mengabarkan Lailatul Qadar, tetapi karena ada 2 orang yang berselisih maka Nabi bersabda: "Aku hendak mengabarkan kepada kalian tentang Lailatul Qadar, tapi karena ada yang berselisih maka diangkat, mungkin ini lebih baik bagi kalian. Carilah pada malam 7, 9 dan 5 dari akhir Ramadan" (HR Bukhari)
Demikian penjelasan Ust Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, dalam Ngaji bersama PCI NU Jerman setelah Tarawih.
Haruskah Menjumpai Keajaiban Ketika Qiyam Ramadhan?
Sementara itu, Ust Yusuf Suharto dari Jombang, memberi penjelasan soal keajaiban ketika Qiyam Ramadhan.
Barangkali, sebagian kaum Muslimin merasa tidak percaya diri dalam menjemput malam Al-Qadr (Lailatul Qadar) yang digambarkan penuh aneka hal yang tidak biasa dijumpai.
Barangkali juga, karena merasa minder, mereka undur diri dan memilih biasa-biasa saja dalam menjemput sepuluh terakhir Ramadan. Tarawih selepas Isya secara langsung, tetap dilaksanakan sembari dalam hati berujar, "Cukup gini aja dah."
Apakah memang mutlak benar bahwa yang disebut Lailatul Qadar itu berupa perjumpaan dengan "alam tak biasa itu"?
Perjumpaan Fenomena Ajaib
Ternyata beberapa ulama, misalnya Syekh at Thabary, sebagaimana dikutip al-Hafidz Ibn Hajar al-Asqalany berpendapat bahwa mendapatkan Lailatul Qadar itu tidak harus merasakan dan menjumpai fenomena ajaib. Orang yang qiyam Ramadan dan tidak merasakan sentuhan malaikat, misalnya, tetap memperoleh anugerah Lailatul Qadar, walaupun tidak sesempurna sesiapa yang merasakannya.
Jadi, ya, tetap semangat ya. Pokoknya kita tetap ikuti titah Rasulullah semampunya. Kita hidupkan dengan shalat, membaca Quran, dan banyak berdoa, terutama "Allahumma innaka 'afuwwun karim tuhibbul' afwa fa'fu'anna."
Sehingga, dengan melaksanakan salat Tarawih, lebih-lebih dengan berjamaah, plus salat Shubuh berjamaah, sudah terhitung kecipratan keutamaan Lailatul Qadar, insyaAllah.
Kiai Asymuni dalam "Tafsir al-Qadr mengutip pernyataan berikut,
ويحصُل فضلُها لِمن أحْياها وإِنْ لم يشعُر بها، ونفْيُه محمولٌ على نفْي الكمالِ، ومَن صلّى العشاءَ في جماعةٍ فقدْ أخذَ حظَّه مِنها
"Keutamaan Lailatul Qadar telah tergapai bagi sesiapa yang menghidupkannya, walaupun ia tidak merasakannya. Penegasian capaian itu diarahkan pada ketiadaan kesempurnaan pencapaian. Sesiapa yang shalat Isya berjamaah, maka sungguh ia telah memperoleh bagian (keutamaan) Lailatul Qadar."
Demikian semoga bermanfaat.