Soal Ini, Hanya Setya Novanto yang Bisa!
Ketua Umum Golkar non aktif Setya Novanto sekali lagi menunjukkan kelasnya sebagai seorang politisi yang berbeda. Dari balik jeruji tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dia memutuskan menunjuk Aziz Syamsuddin menjadi penggantinya sebagai Ketua DPR.
T.O.P..!…..Tak banyak, atau lebih tepatnya kita belum pernah menemukan politisi di Indonesia yang bisa seperti Setnov. Ulet, cerdik, super licin, dan tidak mudah dikalahkan. Dalam bahasa gaul anak Betawi, kagak ade matinye.
Coba kita perhatikan beberapa catatan tentang Setnov yang sempat menjadi sorotan media :
Pertama, dia berhasi lolos dalam kasus “Papa minta saham.” Saat itu dalam rekaman pembicaraan yang dibuat oleh Presdir Freeport Indonesia Ma’roef Sjamsoeddin, Setnov kedapatan meminta jatah saham di Freeport.
Dalam rekaman tersebut Setnov yang hadir bersama pengusaha minyak Reza Chalid juga menyebut-nyebut nama Luhut Binsar Panjaitan sebagai orang yang harus mendapat bagian saham, bila ingin konsesi Freeport diperpanjang. Setnov juga disebut mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.
Kasus tersebut dibawa oleh Menteri ESDM Sudirman Said ke DPR. Desakan agar Setnov dicopot dari posisinya sebagai Ketua DPR bergaung sangat kencang, bahkan datang dari Wapres Jusuf Kalla. Majelis Kehormatan Dewan (MKD) memutuskan Setnov melakukan pelanggaran berat dan sedang.
Setnov memilih mengundurkan diri, daripada dipecat. Ketua Fraksi Golkar di DPR RI Ade Komaruddin menggantikan posisinya sebagai Ketua DPR.
Mundur selangkah, dan kemudian maju seribu langkah, tampaknya merupakan strategi yang tengah disiapkan oleh Setnov. Melalui pengacaranya dia mengajukan Hak Uji Materiil UU ITE ke Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa hasil rekaman yang dilakukan oleh perseorangan, tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti.
Hak Uji Materiil itu dikabulkan oleh Hakim MK. Setnov lolos. Sebaliknya setelah huru-hara itu Ma’roef Sjamsoeddin mengundurkan diri sebagai Presdir Freeport. Sementara nasib Sudirman Said lebih buruk. Dia dicopot oleh Presiden Jokowi.
Dari kasus itu saja kita seharusnya kita sudah memahami betapa saktinya seorang Setnov. Pengaruhya tersebar luas kemana-mana. Tidak terlihat, tapi sangat bisa dirasakan.
Kedua, dengan berbekal dasar hukum dari MK, Setnov melakukan sebuah langkah yang tidak pernah akan dibayangkan oleh politisi lain, maupun manusia normal lainnya. Dengan anggunnya dia kembali mengambil alih jabatan Ketua DPR dari Ade Komaruddin. Menariknya tidak ada yang bisa mencegah Setnov, termasuk Ade yang hanya bisa pasrah dan harus rela menduduki kursi terhormat sebagai Ketua DPR selama beberapa bulan.
Ketiga, berhasil kembali menikmati kursi empuk DPR dan menjadi ketua umum sebuah partai yang paling awal mendukung pencalonan kembali Jokowi sebagai presiden pada Pilpres 2019, Setnov ternyata belum bisa tidur nyenyak. KPK menetapkannya sebagai salah satu tersangka korupsi e-KTP yang menjerat sejumlah pejabat di Depdagri dan para koleganya di DPR.
Kebanyakan pejabat dan politisi langsung gemetar, mati kutu dan hanya bisa pasrah bila sudah menjadi tersangka KPK. Para pengamat dan media menduga inilah akhir dari berbagai petualangan Setnov.
Dari beberapa kali diributkan terlibat berbagai kasus korupsi, mulai dari kasus Cessie Bank Bali (1999), penyelundupan beras dari Vietnam (2003), penyelundupan limbah beracun di Pulau Galang (2006), sampai kasus aliran dana ke Komisi Olahraga DPR ( 2012), baru kali inilah Setnov resmi jadi tersangka.
Namun bukan Setnov bila hanya pasrah dan tidak melakukan perlawanan. Sambil beristirahat di rumah sakit --untuk menghindari penahanan KPK -- dia mengajukan pra peradilan. Oleh hakim tunggal Cepi Iskandar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Setnov dibebaskan.
Banyak orang yang garuk-garuk kepala, tepok jidat, ucek-ucek mata, dan geleng-geleng kepala, bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi. Sekali lagi Setnov menunjukkan bahwa dia bukan “manusia biasa.” Bersama pengacaranya dia bisa melihat “lubang kelemahan,” berkas perkara yang disusun KPK.
Keempat, Sebagai lembaga yang sering mengklaim selalu memenangkan kasusnya –kendati terbukti banyak juga yang lolos—KPK ternyata tidak tinggal diam. Mereka kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Setnov sempat menghilang ketika petugas KPK menyatroni rumahnya.
Melalui sebuah drama Operasi Tabrak Tiang (OTT), Setnov akhirnya berhasil ditahan KPK. Dia tidak lagi bisa menggunakan alibi sakit, untuk menghindari penahanan. Para lawan politiknya di internal Golkar memanfaatkan penahanan Setnov sebagai momentum untuk mendongkelnya.
Mereka mendesak agar segera ditunjuk pelaksana tugas (Plt) ketua umum, sebelum ada ketua umum difinitif melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Setnov mencoba mengulur waktu. Dari tahanan KPK dia minta agar tidak segera diganti sebagai ketua umum, maupun ketua DPR sebelum ada keputusan pra peradilan.
Ketika para lawannya sedang kebingungan dan mencoba membaca apa kira-kira langkah kuda yang akan dibuatnya, Setnov menunjuk Sekjen Golkar Idrus Marham sebagai Plt. Para lawan politik Setnov mati kutu. Sebagai ketua umum difinitif –walau berada di tahanan—Setnov memang berhak menunjuk seorang ketua Plt.
Dengan menunjuk seorang Plt , Setnov tetap berhasil mempertahankan kewenangannya sebagai ketua umum. Mulai dari pengangkatan jabatan-jabatan tertentu di DPP, penggantian Ketua DPD, rekomendasi untuk kandidat di pilkada, sampai rekomendasi untuk seorang kandidat capres/cawapres.
Hak prerogatif Setnov hilang bila DPP Golkar sepakat untuk menggelar Munaslub dan menetapkan seorang ketua umum baru yang difinitif. Sejumlah nama telah muncul untuk memperebutkan posisi tersebut. Mereka antara lain Airlangga Hartarto yang dianggap paling berpotensi, dan Titiek Soeharto putri almarhun Presiden Soeharto.
Kelima, nah manuver terbaru Setnov adalah soal posisinya sebagai ketua DPR. Seperti telah disebut sebelumnya, ketika internal Golkar sedang berebut kursi ketua DPR, tiba-tiba Setnov menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai ketua DPR yang baru.
Berdasarkan UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) posisi ketua DPR menjadi hak Golkar. Dengan begitu siapa pengganti Setnov menjadi urusan internal Golkar.
Menanggapi manuver Setnov banyak kalangan internal Golkar yang terkaget-kaget. Mereka menilai apa yang dilakukan Setnov tidak sah.
Apakah manuver Setnov kali ini akan berhasil seperti operasi-operasi politik dan hukum yang sudah dilakukannya? Mari kita tunggu.
Kesaktian Setnov akan benar-benar diakui dan tidak terbantahkan, bila manuvernya menunjuk Aziz berhasil mulus dan pra peradilan keduanya melawan KPK kembali dimenangkan.
Sedikit catatan mengapa Setnov begitu sakti, setidaknya bisa dipahami dari posisinya sebelum menjadi ketua umum. Setnov pernah menjadi bendahara umum DPP Golkar. Begitu juga di berbagai organisasi kemasyarakatan, sampai organisasi olahraga, Setnov selalu menjadi bendahara umum. Mulai dari Kosgoro, sampai KONI. Mulai dari SEA Games, ASEAN Games, sampai Olimpiade Atlanta.
Sebagai pemegang kas Golkar, Setnov bisa dipastikan banyak tahu persoalan internal Golkar, utamanya yang berkaitan dengan pendanaan, dari mana asalnya, dan kemana mengalirnya. Orang Jawa menyebutnya Setnov sangat paham dengan “jeroan” Golkar.
Dalam kasus e-KTP, jaksa KPK menyebut bahwa soal setoran dan bagi-bagi jatah, banyak diatur oleh Novanto.
Jika Anda sering menonton film-film klasik bergenre mafia, biasanya polisi federal AS (FBI) akan mengincar pemegang buku catatan keuangan (bookkeeper) para bos mafia, sebelum kemudian menangkap para mafiosonya. Karena itu para bookkeeper ini sangat dilindungi. Keberadaannya sangat dirahasiakan.
Dari bookkeeper inilah biasanya akan diketahui siapa saja politisi, polisi, jaksa, wartawan, dan tokoh masyarakat lainnya yang menerima aliran dananya. Semuanya akan terbongkar.
Apakah Setnov juga menyimpan banyak catatan seperti para bookkeeper. Sehingga banyak yang berkepentingan untuk melindunginya?
Tentu kita tidak bisa menyamakan dan serta merta menuduh Setnov sama dengan para bookkeeper mafia. Hanya pengadilan -- bila KPK memenangkan pra peradilan-- yang bisa membuktikan. Kalau cuma curiga, ya boleh-boleh saja. End
*) Hersubeno Arief adalah wartawan senior yang kini menjadi konsultan media dan politik
Advertisement