Soal Dosa Kecil, Ini Ajaran Ibn Athaillah Assakandari
“Ustadz, sebenarnya saya malu menanyakan hal ini. Maksud saya, saya mohon penjelasan terkait denan dosa kecil. Tapi, hal itu cukup mengganggu perasaan saya. Bisakah dijelaskan hal ini”. Demikian Hardi Suwandi, warga Jl Kedungsari, Surabaya, pada ngopibareng.id.
“Banyak dari kita membedakan dosa kecil dan dosa besar. Kita cenderung berani menerjang dosa kecil dengan anggapan bahwa sanksi atau siksa yang akan kita terima masih dalam jangkauan kesanggupan kita menanggungnya. Bisa jadi kita keliru karena kita tidak akan pernah tahu apakah siksa atas dosa kecil itu juga ringan?”
Demikian tanggapan Ustadz Alhafidz, seorang juru dakwah di Jakarta. Berikut penjelasan selengkapnya.
Perihal ini, Syekh Ibnu Athaillah mengatakan, “Tak ada dosa kecil ketika kau dihadapkan pada keadilan-Nya.”
Syekh Zarruq menyarankan agar kita tidak melihat seberapa kecil dan seberapa besar dosa yang kita lakukan. Yang harus kita perhatikan, menurutnya, adalah keadilan dan kemurahan Allah. Kedunya ini yang menentukan besar-kecilnya dosa yang kita lakukan.
“Menurut saya, perhatikanlah keadilan dan kemurahan-Nya, bukan kesalahan dan aibmu baik itu dosa kecil maupun dosa besar. Sesuai dengan (prinsip) ini, tak boleh cenderung (menganggap kecil atau besar dosa) karena kita tidak tahu akan disambut (dengan kemurahan-Nya) atau dihadapkan (pada keadilan-Nya). Yahya bin Muadz RA mengatakan, ‘Jika kemurahan Allah menyelimuti mereka, maka tak satupun kesalahan mereka tersisa. Tetapi jika keadilan-Nya tegak di hadapan mereka, maka tak satupun kebaikan mereka yang tinggal,’” (Lihat Syekh Zarruq, Syarhul Hikam, As-Syirkatul Qaumiyyah, 2010 M/1431 H, halaman 64).
Syaikh Ibrahim Al-Aqshara’i As-Syadzili menyebutkan, dosa kecil yang dimaksud tidak selalu pelanggaran menurut syar‘i. Dosa kecil bisa saja berupa kebaikan-kebaikan tingkat terendah, antara lain ibadah yang dilakukan karena mengharap surga atau ibadah yang dilakukan untuk mengharapkan imbalan duniawi baik harta, pangkat, pengaruh, dan lain sebagainya.
“Menurut saya, tidak ada yang disebut dosa kecil–baik itu menurut ketentuan syar‘i maupun secara kualifikasi, yaitu ibadah mengharap surga di mana ibadah ini adalah sebuah kebaikan bagi kalangan abrar, tapi kesalahan bagi kalangan muqarrabin karena ibadah harusnya tulus hanya karena Allah–melainkan dosa kecil itu berkualitas besar bila kamu dihadapkan pada keadilan-Nya sebab interogasi saat hisab sesuai sabda Rasulullah SAW, ‘Siapa saja yang diinterogasi di saat hisab, maka ia tersiksa.’ (Dosa kecil itu berkualitas besar) sebab penantian siksa, bukan tujuan menikmati percakapan dengan-Nya, sebab penghinaan melalui siksa, atau sebab pengusiran dan penutupan (hijab) sebagai balasan atas dosa kecil itu sesuai kadarnya bagi para pelaku karena keagungan Allah ta‘ala untuk didurhakai dengan dosa kecil, sebanding, atau dosa yang lebih kecil lagi. Apalagi dosa yang lebih besar dari itu; dan karena kebaikan-Nya di tengah kedurhakaanmu,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Aqshara’i As-Syadzili, Ihkamul Hikam, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan I, 2008 M/1429 H, halaman 54).
Dengan kata lain, kita tidak boleh merasa aman atau mengecilkan dosa kecil. Dosa kecil yang tampaknya ringan bisa jadi berkonsekuensi besar. Contohnya antara lain buang air kecil tanpa istinja sebagaimana diceritakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah sabdanya. Allah SWT juga mengingatkan bahwa selain memiliki kemurahan, Allah juga memiliki keadilan.
“Sungguh, Tuhanmu memiliki ampunan bagi manusia atas kelaliman mereka. sungguh, Tuhamu mahakeras siksa-Nya,” (Surat Ar-Ra’du ayat 6).
Mengingat keadilan-Nya, kita sebaiknya tidak membeda-bedakan dosa kecil dan dosa besar. Kecuali itu, kita juga seyogianya lebih sering bermunajat kepada Allah untuk mengharapkan kemurahan-Nya. Wallahu a’lam. (nb)