Soal Dam, Petugas Perempuan dan Baju Ihram, Perlu Ijtihad-Fatwa
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag RI, Hilman Latief mengakui, masih banyak ruang di dalam ibadah haji yang memerlukan ijtihad dan pembaruan.
Keperluan ijtihad itu, menurutnya dibutuhkan untuk mengekfektifkan pengorganisasian haji dan memaksimal aspek kemanfaatan bagi umat Islam atas penyelenggaraan haji.
Hilman menyebut bahwa ruang yang butuh pada ijtihad dan fatwa terbaru itu adalah masalah dam (denda) haji, petugas perempuan, pakaian petugas haji, hingga definisi tentang wilayah Mina Jadid.
Masalah Dam Haji
Pada masalah dam, Hilman mengutip QS. Al-Hajj Ayat 28. Tidak adanya aturan dan fatwa dari Indonesia mengakibatkan jamaah haji dan umrah asal tanah air mencari jasa dam sendiri di tanah suci.
Sayangnya, jasa dam itu tidak transparan. Setelah membayar uang, jamaah tidak mengetahui keberadaan hewan sembelihan dam dan pembagian dagingnya. Kalau hal ini bisa diorganisir melalui Kemenag, Hilman menyebut daging denda itu bisa dikirimkan untuk fakir miskin di Indonesia dalam program pemerataan gizi sekaligus melawan stunting.
“Mungkinkah ke depan dengan ijtihad ada tata kelola baru dalam dam ini. Bahwa nanti ada kesempatan kesepahaman antara kelompok ibadah haji dan umrah punya visi yang sama. Dan itu visi yang paling besar. Kita bayar dam tapi ada manfaatnya,” kata Hilman.
Petugas Perempuan dan Pakaian Petugas Haji
Selanjutnya, Hilman menyinggung soal kurangnya petugas dan pembimbing haji Indonesia yang perempuan. Hal ini menyulitkan penyelenggaraan haji karena jamaah haji Indonesia dalam beberapa tahun terakhir didominasi perempuan.
“Betapa itu penting ke depan agar layanan pada perempuan bisa maksimal karena ada hal-hal privat yang tidak bisa dikomunikasikan pada pembimbing-pembimbing laki-laki,” ujarnya.
“Dan bagi Persyarikatan ini jadi PR, termasuk NU, Al Irsyad dan lainnya harus kaderisasi untuk kita dorong jadi konsultan dan petugas haji perempuan,” imbuhnya.
Hilman juga menilai penggunaan pakaian ihram bagi petugas haji justru membuat pelayanan haji tidak optimal. Karena itu, ke depan dia ingin agar para petugas haji tidak menggunakan pakaian ihram sebagaimana tim medis.
“Kita ingin beri pelayanan maksimal dan prima. Taou kalau semua petugas berihram, ya sulit,” kritiknya, seperti dilansir muhammadiyah.or.id.
Terakhir, Hilman menilai semua lembaga fatwa organisasi Islam di Indonesia perlu merumuskan bersama soal ijtihad dan fatwa-fatwa terbaru dari masalah di atas.
Tidak kalah penting juga masalah Mina Jadid, atau sebagian wilayah Muzdalifah yang kini menjadi wilayah Mina karena perluasan.
“Masih banyak jamaah kita yang tidak mau di Mina Jadid dan ini tidak ada fatwa dari Indonesia, termasuk MUI. Sehingga setiap tahun akan jadi grundelan,” ungkap Hilman, yang disampaikan dalam Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah bertajuk “Haji dan Pembaruan Islam”, belum lama ini.