Soal Al-Fatekah Jokowi, Ini Penjelasan Tuan Guru Zainul Majdi
Presiden Joko Widodo menjadi sasaran olokan ke media sosial. Hal itu dipicu ketika Presiden melafalkan surat Al-Fatihah menjadi “Al-Fatekah” saat menyampaikan pidato pembukaan acara MTQ Nasional ke-27 di Medan, Sumatera Utara, belum lama ini.
Terkait hal itu, Tuan Guru Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB), mencoba memberikan penjelasan yang mencerahkan kepada masyarakat, khususnya umat Islam yang terkesan melecehkan pelafalan Kepala Negara itu.
TGB selain dikenal sebagai mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah seorang ulama di Lombok. Dijelaskannya, maksud Jokowi saat itu adalah baik. Jokowi mengajak kepada seluruh masyarakat yang hadir saat itu untuk melalukan hal yang baik sesuai agama yaitu mengirimkan doa bagi mereka yang terdampak bencana di Palu dan sekitarnya.
"Viralnya Al-Fatekah disampaikan presiden terkait apa yang beliau sampaikan sesungguhnya ajakan yang baik dalam Islam, sesuatu yang mulia dalam Islam. Mengajak dalam kebaikan saudara-saudara kita yang wafat dan syahid karena gempa bumi dan tsunami dan dalam Islam ajakan kebaikan diapresiasi oleh Allah dan rasul-Nya," ujar TGB dikutip ngopibareng.id, dari pernyataannya via akun Instagram yang terverifikasi, Sabtu 13 Oktober.
Kesalahan dalam melafalkan, menurutnya adalah hal yang manusiawi. TGB pun mengambil contoh usaha Rasulullah SAW yang dengan sabar memberikan tuntunan bagi orang yang menemui kesulitan dalam melafalkan surat dalam Al-Quran. Terhadap upaya itu, kata TGB, Rasulullah mengganjarnya dengan dua pahala berbeda nantinya.
"...yang beliau sampaikan sesungguhnya ajakan yang baik dalam Islam, sesuatu yang mulia dalam Islam. Mengajak dalam kebaikan saudara-saudara kita yang wafat dan syahid karena gempa bumi dan tsunami dan dalam Islam ajakan kebaikan diapresiasi oleh Allah dan rasul-Nya," ujar TGB.
"Bahkan ketika baca Al-Quran kalau ada kesulitan lafalkan satu huruf atau satu kalimat dengan baik Rasulullah SAW memberi tuntunan orang yang membaca Al-Quran lalu dia menemukan kesulitan untuk melafalkan dengan fasih tapi dia berupaya membaca dengan baik. Kata Rasul dia mendapat dua pahala, (saatu) pahala membaca Al-Quran dan pahala berproses belajar," ujarnya.
Tak hanya Indonesia, kata TGB, orang dari Timur Tengah pun juga memiliki pelafalan yang berbeda dengan orang kebanyakan. Sehingga menurutnya pelafalan berbeda adalah suatu hal yang lumrah terjadi.
"Islam sangat menghargai proses yang baik, kedua jangankan kita sebagai orang Indonesia, bahkan orang arab dengan latar belakang berbeda mereka sering melafalkan satu huruf dengan lafal yang berbeda-beda," ucap TGB.
TGB pun dalam video itu memberikan contoh yang acapkali ditemukannya. Perbedaan pelafalan, menurut TGB sering ia temukan saat ia dulu berada di negara Mesir dan Yaman, sejumlah pelafalan surat Al-Quran acapkali berbeda dengan pelafalan yang biasa diucapkan di Indonesia.
"Dulu waktu saya di Kairo saya ingat sebagian para masyayikh memerintahkan untuk baca surah An-Najm, (orang Mesir menyebut) Nagm karena pelafalan Mesir seperti itu. Artinya memang berbeda, Najm berarti bintang Nagm artinya lagu atau lirik. Atau pelafalan Yaman surat Al-Qasas sering disebut surat ghosos, artinya Qasas kisah-kisah, ghosos artinya keselek," sambungnya.
Sehingga ia menganggap sebuah perbedaan pelafalan yang secara alami tanpa disengaja adalah suatu hal yang lumrah terjadi.
"Perbedaan pelafalan yang bukan karena disengaja tapi karena latar belakang pelafalan secara alami tidak menjadi masalah, terus belajar dalami Al-Quran dalam proses itu Allah SWT insyaallah akan memberi kebaikan," kata TGB.
Seperti diketahui, Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka MTQ Nasional ke-27 di Medan, menuai komentar. Bukan soal materi serta isi pidatonya, tapi lantaran dalam pidatonya Jokowi melafalkan Al-Fatihah dengan lafal 'Al-Fatekah'.
Momen itu terjadi di awal Jokowi menyampaikan pidato untuk membuka MTQ. Jokowi mengajak masyarakat yang hadir untuk membaca Al-Fatihah bagi korban meninggal terdampak bencana di Sulteng. Demikian itulah yang menuai kritik, terutama masyarakat yang mudah menyalahkan pihak lain yang tak sesuai dengan pemahamannya.
Sementara, dalam catatan ngopibareng.id, telah lama biasa dalam lafal orang Jawa menyebut Al-Fatihah dengan “Al-Fatekah”. Demikian pula ketika menyebut ilmu fikih dengan “pekih”. Namun, dalam pembacaan seluruh bahasa Arabnya tetap sesuai dengan kaidah dan tata cara yang benar. (adi)
Advertisement