"Slip of Tounge" Memanaskan Situasi
Di tengah ancaman kemungkinan krisis nasional sebagai akibat pandemi Covid-19 dan dampak perang dagang Amerika Serikat (AS) vs Republik Rakyat China (RRC) yang keduanya belum ada tanda mereda, muncul pernyataan dari dua pejabat negara yang memanaskan situasi. Soal negara Pancasila dan penyebaran radikalisme via penghafal Al-Quran.
Soal statement “Negara Pancasila” saya pikir itu adalah slip of tounge atau lepas dari konteks. Sedang soal radikalisme beda lagi, semacam gagal faham. Keduanya menjadi pernyataan blunder di tengah situasi sangat sulit sebagai dampak dari fenomena global, perang dagang dua raksasa ekonomi dunia dan pandemi Corona yang belum ada tanda reda.
Menang atau kalah dalam Pilpres November 2020, Donal Trump masih akan menjabat sebagai Presiden AS sampai awal tahun depan. Jadi jangan harap ada peredaan ketegangan AS - RRC.
Soal Corona juga belum jelas kapan reda meskipun kita berharap secepatnya. Korban meninggal di AS sampai awal September mencapai 210 ribu orang dan proyeksi sampai 1 Januari 2021 mencapai 1 juta orang kalau pemakaian masker kendor. Itu proyeksi korban di negara Tuan Trump sendiri.
Idealnya para pejabat menunjukkan sense of crisis yang tinggi dengan menyampaikan pernyataan terukur dan menyejukkan.
Dengan cara itu, rakyat akan menjadi yakin Indonesia bisa keluar secepatnya dari krisis yang sudah diambang pintu.
Jangan juga memberi pernyataan seolah-olah tidak ada masalah besar. Karena sesungguhnya rakyat merasakan beban hidup berat sebagai dampak dari masalah yang dihadapi negara dan bahkan dunia. Banyak orang tua yang pulang kampung karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tidak sedikit yang setengah stres mikir beli pulsa untuk anaknya yang harus belajar online.
Kritik terhadap pemerintah pasti terjadi di tengah situasi sulit dan tidak mudah ini. Kritik apapun harus dihadapi bijak dengan mengedepankan “kearifan". Rakyat tidak bodoh, bisa menilai mana kritik konstruktif dan mana kritik destruktif yang hanya untuk kepentingan politik praktis saja.
Bagaimana merebut hati rakyat di tengah dilema persoalan bangsa, “how to win the heart of the people”. Demikianlah.
Dr. KH. As'ad Said Ali
(Pengamat Sosial Politik, penulis buku Negara Pancasila, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2010-2015, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara 2001).