Skizofernia Paranoid, Apakah Itu?
Kasus seorang ibu berinisial SM membawa anjing ke dalam Masjid Al Munawaroh, Sentul City, Bogor, Jawa Barat, dan tidak melepas sandal menjadi sorotan. Pihak keluarga sudah angkat bicara, hal itu terjadi karena si ibu mengalami penyakit kejiwaan yang disebut dengan skizofernia paranoid.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Polisi Dedi Prasetyo juga mengatakan bahwa SM pernah dirawat di rumah sakit jiwa (RSJ). Saat ini, wanita 52 tahun itu sedang diperiksa oleh dokter di RS Polri Said Sukanto, Jakarta Timur.
Jika merujuk pada kondisi tersebut, si ibu memang memiliki masalah kejiwaan. Lantas, apa sebenenarnya skizofrenia paranoid itu?
Dikutip dari Psycom, skizofrenia paranoid biasanya ditandai dengan gejala skizofrenia yang sebagian besar positif, termasuk delusi dan halusinasi. Gejala-gejala yang melemahkan ini mengaburkan batas antara apa yang nyata dan apa yang tidak, sehingga menyulitkan orang untuk menjalani kehidupan nyatanya.
Skizofrenia terjadi pada sekitar 1,1 persen dari populasi, sedangkan skizofrenia paranoid dianggap sebagai subtipe paling umum dari gangguan kronis ini. Usia rata-rata pasien adalah masa remaja akhir hingga dewasa awal, biasanya antara usia 18 hingga 45 tahun. Pasien pria biasanya lebih banyak dibandingkan perempuan.
Gejala Skizofrenia Paranoid
Gejala awal skizofrenia mungkin tampak agak biasa seperti jarang bersosialisasi dengan teman-teman, sulit tidur, lekas marah, atau penurunan nilai. Selama timbulnya skizofrenia atau dikenal sebagai fase prodromal, gejala negatif pun meningkat seperti ketakutan, penuh kecurigaan, ketidakmampuan untuk memperhatikan, atau isolasi sosial.
Setelah fase itu, pasien memasuki fase aktif skizofrenia, di mana mereka mengalami gangguan fungsi motorik atau fungsi kognitif, termasuk bicara ngelantur, dan perilaku tidak teratur atau katatonik.
Seorang pasien mungkin mendengar suara atau munculnya suara di kepala mereka dan mereka tidak mengenali pikiran atau suara internal mereka sendiri.
Setelah fase aktif, pasien memasuki fase residu skizofrenia. Sama seperti subtipe residu, halusinasi dan delusi menipis pada titik ini (biasanya dengan bantuan obat antipsikotik dan bentuk perawatan lainnya), dan pasien akan mengalami gejala negatif.
Pengobatan Skizofrenia Paranoid
Ketika skizofrenia didiagnosis, obat antipsikotik biasanya diresepkan. Ini dapat diberikan sebagai pil, tambalan, atau suntikan. Ada suntikan jangka panjang yang telah dikembangkan yang dapat menghilangkan masalah pasien yang tidak rutin minum obat.
Seseorang dengan skizofrenia mungkin tidak menyadari kalau perilaku, halusinasi, atau delusi mereka tidak biasa atau tidak berdasar.
Hal ini dapat menyebabkan seseorang berhenti minum obat antipsikotik, berhenti berpartisipasi dalam terapi, atau keduanya, yang dapat berakibat kambuhnya psikosis fase aktif.
Namun obat antipsikotik efektif dalam mengobati gejala skizofrenia positif, obat ini tidak mengatasi gejala negatif. Selain itu, obat ini dapat memiliki efek samping yang tidak diinginkan termasuk kenaikan berat badan, mengantuk, gelisah, mual, muntah, tekanan darah rendah, mulut kering, dan menurunkan jumlah sel darah putih.
Obat itu juga dapat menyebabkan perkembangan gangguan gerakan, seperti tremor dan tics, tetapi ini lebih umum dengan antipsikotik generasi lama (khas), bukan antipsikotik generasi baru (atipikal).
Psikoterapi
Psikoterapi juga memainkan peran penting dalam pengobatan skizofrenia. Terapi perilaku kognitif telah terbukti membantu pasien mengembangkan dan mempertahankan keterampilan sosial, meringankan gejala komorbiditas dan depresi, mengatasi trauma di masa lalu, meningkatkan hubungan dengan keluarga dan teman, dan mendukung pemulihan pekerjaan.
Ini memanfaatkan tim profesional kesehatan mental untuk melakukan manajemen kasus, dukungan keluarga dan pendidikan, manajemen pengobatan, pendidikan, dan dukungan pekerjaan, serta memberikan dukungan teman sebaya. (yas)