Skandal Saksi Palsu, Pilkada Kota Waringin Barat Jadi Rujukan BPN
Bambang Widjajanto (BW) yang menjadi ketua tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dituding hanya melakukan copy paste dalam gugatan Badan Pemenangan Nasional (BPN) ke Mahkamah Konstitusi.
Bahan yang menjadi copy paste dalam gugatan BPN ini adalah kasus sengketa hasil pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat (Kobar) pada 2010 lalu. Saat itu, BW memang menjadi salah satu penasihat hukum pasangan calon bupati yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam pemilihan kepala daerah Kota Waringin Barat kala itu, bertarung dua calon bupati, yakni Sugianto Sabran-Eko Sumarno melawan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto.
KPU memutuskan Sugianto-Eko sebagai pemenang. Ujang-Bambang tidak terima dan menggugat ke MK dengan menggandeng BW sebagai pembelanya.
Pada 7 Juli 2010, MK membatalkan putusan KPU Kotawaringin Barat dan mendiskualifikasi pasangan Sugianto-Eko dan menyatakan Ujang-Bambang sebagai pemenangnya.
Putusan MK itu membuat geger. Kasus pun berkepanjangan. Selidik punya selidik, belasan saksi yang dihadirkan kubu Ujang-Bambang adalah saksi palsu. Kondisi masyarakat Kobar memanas dan kemenangan Ujang versi MK membuat warga Kobar berselisih paham berkepanjangan.
Polisi segera bertindak dan menyidik kasus kesaksian palsu itu. Ditangkaplah Zulfahmi Arsad yang menjadi perekrut saksi palsu itu. Akibat perbuatannya, Zulfahmi dihukum 7 bulan penjara karena melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 242 ayat 1 KUHP.
Mengetahui hal itu, Sugianto tidak terima dan mengadukan BW ke Bareskrim Mabes Polri. Sugianto menilai mobilisasi saksi palsu itu diarahkan oleh BW dan Zulfahmi hanya pelaksana lapangan. Bareskrim kemudian menangkap BW pada Januari 2015 dan dijadikan tersangka di kasus tersebut. Di kasus itu, BW tidak ditahan.
"Ini ada rekayasa, mau narik orang namanya Zulfahmi seolah-olah kolega saya dan menyelundupkan nama saya sebagai terdakwa," kata BW membantah sangkaan polisi kala itu.
Belakangan, Jaksa Agung mendeponering status tersangka BW tersebut. Status deponering itu pernah digugat ke PN Jaksel tapi ditolak.
Oleh BW, kasus Pilkada Kobar di atas dijadikan model agar MK juga mendiskualifikasi Jokowi dan menetapkan Prabowo sebagai presiden.
"Selain putusan Pilkada Kotawaringin Barat, terdapat putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang amarnya memerintahkan diskualifikasi pasangan calon, yang artinya MK bukan hanya mengadili sengketa perselisihan suara," ujar BW dalam gugatan yang juga ditandatangani Denny Indrayana, Teuku Nasrullah, TM Luthfi Yazid, Iwan Satriawan, Iskandar Sonhaji, dan Dorel Almir itu.
Dengan berkaca pada pengalaman di pilkada di atas, BW meminta kliennya langsung ditetapkan sebagai Presiden 2019-2024 dan Sandiaga Uno sebagai Wakil Presiden 2019-2014.
"Atau memerintahkan Termohon (KPU) untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22e ayat 1 UUD 1945," ujar BW.
Advertisement