Siti Merasa Anaknya Bukanlah Anaknya
Oleh: Djono W. Oesman
Sudah setahun, Siti Mauliah, 37 tahun, menyusui bayi yang dirasa bukan anaknya. Hasil tes DNA, Mei 2023, bayi laki itu bukan anak biologis Siti. Sebaliknya, perempuan terduga menyusui bayi Siti, bernama Dian, ogah diminta tes DNA. Karena dia juga sudah setahun ini menyusui merawat bayinya.
—----------
Kasus bayi tertukar di RS Sentosa, Bogor setahun lalu itu, baru heboh sekarang. Viral di medsos. Diberitakan hampir semua media massa. Sementara, Siti galau luar biasa pada si bayi. Antara sayang dan bimbang. Antara cinta dan gelisah.
Perkara ini sudah dilaporkan ke Polres Bogor. Tapi polisi masih mempelajarinya.
Siti Mauliah kepada wartawan, Jumat 11 Agustus 2023, menceritakan kronologi kejadian, begini:
Senin, 18 Juli 2022 siang. Siti, warga Desa Cibeuteung Udik, Ciseeng, Bogor, Jabar, melahirkan anak ke empat secara Caesar di RS Sentosa di Jalan Raya Kemang, Desa Pondok Udik, Kemang, Bogor. Didampingi suami, Muhammad Tabrani, 52 tahun.
Lahirlah bayi laki. Sehat. Ganteng. Setelah dibersihkan perawat, bayi diserahkan ke Siti, disusui. Bayi langsung menyusu. Sampai bayi tidur di pelukan Siti.
Pukul 23.00 WIB hari itu juga, perawat mengambil bayi untuk diletakkan di boks di ruang bayi. Maksudnya supaya bayi leluasa tidur sendiri.
Selasa, 19 Juli 2022 pagi sekali, bayi dibawa perawat diserahkan lagi ke Siti untuk disusui. Bayi tidak mau menyusu. Siti mengamati bayi. Dia heran. Bentuknya beda dengan yang kemarin. Deskripsi menurut Siti, begini:
"Di hari pertama, saya kasih ASI ia mau. Pagi itu ia enggak mau. Saya peratiin, bayinya beda. Kemarin, bayinya putih, imut kayak cewek. Mirip suami saya. Ini kulitnya agak gelap.”
Siti mulai ragu. Dia perhatikan lebih teliti. Deskripsi lebih detil, begini:
"Rambutnya juga beda. Kalau yang ini rambutnya gembal banget. Kalau yang awal itu agak tipis.”
Kagak pake lama, Siti komplain ke perawat, bahwa bayi ini bukan anak yang Siti lahirkan kemarin. Bentuknya beda. Sebaliknya, suster menegaskan bahwa itu bayi Siti. Bayi yang dilahirkan Siti kemarin.
Penegasan itu membuat Siti agak lega. Tapi dia masih bimbang. Ragu. Kebimbangan dia sampaikan ke suami, Tabrani, dan suami meyakinkan Siti, bahwa itu anak mereka.
Kamis, 21 Juli 2022, Siti dibolehkan pulang dari RS. Kebimbangan Siti muncul lagi. Sebab, bayi itu tidak lagi mau ASI. Maunya susu botol (susu bubuk). Sebelum pulang, Siti komplain lagi ke perawat. Dan, perawat tetap meyakinkan bahwa itu bayi Siti.
Siti menyampaikan kebimbangan itu ke suami. Sang suami agak bingung menanggapi. Kata Siti begini:
"Suami saya bilang: Udahlah mah… jangan dibahas lagi. Mana mungkin rumah sakit salah? Pasti ini anak kita."
Pulang-lah mereka. Membawa bayi berkulit agak gelap itu.
Jumat, 22 Juli 2022 siang. Dua petugas dari RS Sentosa mendatangi rumah Siti. Tujuannya, minta label bayi (biasa dikaitkan di kaki bayi) yang terbawa.
Siti mencari label itu, tidak ketemu. Dia memang ingat, saat membawa pulang bayi, ada label di kaki. Lalu dicopot. Kini dicari tidak ketemu.
Siti: “Petugasnya bilang, itu sangat penting buat rumah sakit, karena katanya akan ada kunjungan dari perusahaan Johnson ke RS. Maka, harus ketemu.”
Dicari Siti lebih keras lagi. Tetap tidak ketemu. Terpaksa, petugas pulang tangan kosong. Kecewa. Sebelum pulang, petugas minta Siti terus mencari label itu. Kalau ketemu, diminta cepat telepon RS.
Sabtu, 23 Juli 2022 label ketemu. Terselip di pojok ranjang. Di situlah Siti kaget luar biasa. Bagai tersambit petir. Hati Siti terguncang hebat.
Pada label tertera tulisan: “Ny Dian”.
Segera, Siti diantar suami, menuju RS Sentosa. Mengembalikan label itu, sekaligus komplain keras, bahwa bayi itu pasti tertukar. Tiba di sana, mereka diterima manajemen RS. Siti langsung nyerocos, protes.
Komplain mereka ditanggapi. Pihak manajemen memanggil perawat yang mengurusi persalinan sampai perawatan bayi Siti. Ada tiga perawat. Semuanya meyakinkan bahwa bayi tidak tertukar.
“Yang tertukar cuma label, bu....” ujar perawat.
Terjadi perdebatan. Pihak RS bersikukuh, tidak terjadi bayi tertukar. Percayalah. Rumah sakit itu sudah lama berdiri. Sudah pengalaman menangani ribuan persalinan. Tidak mungkin tertukar.
Apa mau dikata? Siti dan Tabrani harus percaya. Siti dan suami pulang. Kecewa campur ragu.
Lama-lama, bayi Siti mau juga disusui. Bayi diberi nama keren, Muhammad Rangkuti Galuh. Dirawat dengan kasih sayang. Walau Siti terus diliputi kebimbangan. Antara bimbang dan terpaksa percaya.
Hari demi hari, Siti mengamati kulit gelap Rangkuti. Juga rambutnya gembal banget. Tidak seperti rambut bapaknya.
Kebimbangan Siti membuat keluarga terganggu. Mengganjal. Akhirnya Siti dan suami memutuskan, minta tes DNA ke pihak RS Sentosa. Mereka harus yakin bahwa itu memang anak mereka.
Pertengahan Mei 2023 Siti balik lagi ke RS Sentosa. Komplain lagi. Minta tes DNA bayi untuk dicocokkan dengan Siti. Pihak RS mulai terpengaruh kebimbangan Siti. Pihak RS kini menunjuk Bagian Legal RS Sentosa, Gregg Djako, untuk mengurus ini.
Tes DNA dilaksanakan. Tapi di RS tersebut tidak tersedia alat. Maka, tes dilakukan di laboratorium di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Hasilnya langsung: Bahwa DNA bayi tidak identik dengan DNA Siti dan suami. Mutlak beda. Tingkat akurasi tes DNA 99 persen.
Meledak-lah tangis Siti. Meraung-raung dia. Membuat suami bingung, pusing. Apalagi pihak RS, lebih bingung. Pihak RS minta penegasan ke pihak lab, apakah bisa dijamin hasil tes itu valid?
Ditegaskan pihak lab: Prosedur tes, valid. Tapi tingkat akurasi tes DNA sesuai teori 99 persen.
Hancur lebur. Siti galau setengah mati. Bimbang yang kini terbukti. Dia sudah terlanjur sayang pada si bayi Rangkuti Galuh. Tapi, kebimbangan kini mendapat keabsahan bukti tes DNA. Meledak-ledak.
Segera, itu dilaporkan ke Polres Bogor. Laporan diterima Polres Bogor. Tapi, ini bukan perkara kriminal biasa. Sehingga tidak segera ada tindakan polisi. Mungkin, polisinya bingung. Terbukti laporan belum juga ditindaklanjut.
Humas Polres Bogor, Iptu Desi Triana kepada pers, mengatakan, Polres Bogor memang sudah menerima laporan itu. Peristiwa itu kini tengah penyelidikan.
Desi: "Surat baru masuk, sudah diterima PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak). Masih dalam proses penyelidikan serta pendalaman. Sudah, begitu saja.”
Sambil menunggu proses polisi, pihak RS Sentosa mendatangi rumah Dian (pemilik label bayi). Untuk konfirmasi. Minta bayi yang dilahirkan Dian diuji DNA. Tapi, Dian menolak bayi yang dia lahirkan di RS Sentosa, Senin, 18 Juli 2022 (hari yang sama kelahiran anak Siti) diuji DNA.
Dian menolak begitu saja. Dia sudah setahun menyusui, merawat, menyayangi bayi laki yang dia yakini sebagai anak kandungnya.
Setelah itu, tidak ada kabar lanjut. Kasus macet. Tidak ada kejelasan. Sebaliknya, Siti terus bergolak dalam kegalauan. Bergolak setengah mati.
Tidak sabar menunggu, Siti diwakili kuasa hukum Rusdy Ridho, mendatangi RS Sentosa, lagi. Kali ini minta alamat rumah Dian. Lalu, Rusdy mendatangi rumah Dian di Desa Tonjong, Kecamatan Tajur Halang, Bogor.
Rusdy ketemu Dian. Terjadi dialog.
Rusdy kepada wartawan: “Ibu Dian tegas menolak tes DNA. Tapi dia mau, jika semua bayi yang lahir di RS Sentosa, pada hari itu (Senin, 18 Juli 2022) dites DNA semua, tanpa kecuali. Kalau itu dilakukan, dia mau dites DNA.”
Bisa dibayangkan, ada dugaan kuat bahwa bayi Dian adalah bayi Siti. Tertukar. Entah bagaimana prosesnya. Bukti, label bayi.
Sebaliknya, mungkin Dian membayangkan, seumpama bayi dia diuji DNA ternyata bukan anak yang dia lahirkan, pastinya Dian syok berat. Terpuruk abis.
Terus, anak yang dia lahirkan yang mana? Apakah otomatis tukar bayi dengan bayi Siti? Enak saja.
Itu sebab, Dian minta semua bayi diuji DNA. Sesungguhnya, permintaan Dian ini wajar. Karena, itu bukan salah dia. Bagi pihak RS, uji DNA semua bayi yang lahir di tanggal tersebut, juga memungkinkan dilakukan. Mungkin bisa. Tergantung persetujuan para ortu bayi-bayi itu. Sepertinya sulit.
RS Sentosa tidak bisa memaksa mereka semua tes DNA. Itu hak para ortu. Polisi mungkin bisa, meminta kerelaan mereka. Walaupun, tidak ada aturan hukum tentang itu. Tidak ada aturan hukum, berarti tidak ada sarana yang bersifat memaksa.
Di saat polisi masih mikir perkara ini, Siti terbelit kebimbangan. Hari-hari berlalu dengan sangat berat. Antara cinta dan ragu. Antara sayang dan bimbang.
Untuk menutupi kerumitan hati Siti itu, pengacara Rusdy kepada wartawan mengatakan, begini:
"Soal perlakuan Ibu Siti terhadap Muhammad Rangkuti Galuh, ya… tetap sayang. Karena, semua manusia ciptaan Allah. Ibu Siti tetap menjaga dan merawat Rangkuti. Walaupun dua bulan ini sudah ketahuan pasti, bahwa itu bukan anak biologis dia.”
Dalam agama, manusia wajib mencintai sesama. Tanpa kecuali. Termasuk mencintai hewan dan tetumbuhan. Dalam kasus ini, orang sulit membayangkan, bagaimana perasaan Siti? Cuma Siti seorang yang tahu.
*) Penulis adalah wartawan senior.