Siswi Dikeluarkan usai Hujat Palestina, Menteri PPPA Tak Sepakat
Menanggapi kasus ujaran kebencian yang dilakukan seorang siswi SMA di Bengkulu Tengah yang berujung pada dikeluarkannya siswi bersangkutan dari sekolah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga menyebut tindakan mengeluarkan pelaku adalah bentuk perlakuan salah kepada anak karena sama saja dengan merampas hak anak untuk mendapat pendidikan yang layak.
Menurutnya, anak yang mendapat perlakuan salah merupakan salah satu kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus (AMPK) sesuai yang tertera dalam pasal 59 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Kemen PPPA memiliki mandat untuk memberikan perlindungan pada seluruh kategori AMPK ini, tidak terkecuali untuk anak yang mendapatkan perlakuan salah.
“Hak anak atas pendidikan merupakan hak dasar dan kesalahan yang diperbuat anak, tidak boleh sedikit pun mengurangi haknya. Mengeluarkan anak dari sekolah adalah salah satu bentuk pelepasan tanggungjawab sekolah atas kesalahan anak. Seharusnya jika anak melakukan kesalahan, maka tugas sekolah dan orang tua membinanya secara lebih intensif, bukan malah melepaskan tanggung jawab”, ujar Menteri PPPA di Jakarta Jumat 21 Mei 2021.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menjelaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Provinsi Bengkulu untuk mengetahui perkembangan kasus tersebut dan memantau informasi terkini kondisi anak yang bersangkutan serta juga meminta DP3APPKB melakukan peninjauan dan pendampingan kepada anak yang bersangkutan.
Dari hasil peninjauan langsung menurut menteri, dapat diinformasikan bahwa pihak Aparat Penegak Hukum (APH) telah memfasilitasi anak yang bersangkutan untuk meminta maaf melalui video. Akan tetapi sanksi dari pihak sekolah telah ditetapkan bahwa anak yang bersangkutan dikeluarkan dari sekolah dan dikembalikan kepada orangtuanya untuk dibina.
Kementerian PPPA terus memantau kondisi anak korban ini. Kondisi terakhir anak yang bersangkutan mendapatkan stigma dan perundungan (bullying) dari lingkungan sekitarnya, sehingga tidak berani keluar dari rumah. Itu sebabnya, Kemen PPPA memastikan bahwa UPTD PPA Provinsi Bengkulu dan DP3APPKB Provinsi Bengkulu akan tetap melakukan pendampingan terhadap orang tua dan anak, serta memastikan anak yang bersangkutan tetap bisa melanjutkan pendidikannya.
Proses asesmen juga tetap dilakukan untuk mengetahui kondisi psikologis anak atas perundungan yang didapatkan. Upaya advokasi untuk pemenuhan hak anak atas pendidikan agar anak yang bersangkutan tetap bisa melanjutkan sekolah juga dibantu oleh Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak (Fasnas SRA) Provinsi Bengkulu.
Nahar menambahkan, dalam kasus ini Kemen PPPA menjalankan tugas dan fungsinya yang utama bagi perlindungan anak yaitu koordinasi penanganan kasus untuk kepentingan terbaik anak, tetap terpenuhinya hak pendidikannya dan pendampingan terhadap anak paska kejadian agar anak terhindar dari kekerasan dan diskriminasi.