Siswa SMP SMA Kritik Sistem Zonasi Lewat Karya Seni
Sistem zonasi yang berakar pada Permendikbud Nomor 51 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019, menjadi polemik di beberapa daerah, salah satunya Surabaya. Menyikapi hal ini lima sekolah SMP dan SMA yang terkena dampak sistem zonasi membuat karya fine art yang bertajuk 'Manuver Zonasi' bertempat di Galeri Prabangkara, Rabu, 2 Oktober 2019.
Lima sekolah ini adalah SMA Dapena, SMP Dappena, SMP Pirngadi, SMA Pirngadi dan SMA YBPK 1 Surabaya. Arsya Deananda selaku ketua pelaksana acara mengatakan, acara ini merupakan pergerakan atau manuver dalam hal menyikapi peraturan Kemendikbud tentang zonasi yang berdampak pada kelima sekolah ini.
"Event kesenian ini memang bertujuan untuk mengkritisi kebijakan soal zonasi yang dirasa kurang sosialisasinya ke orang tua maupun pengajar. Dan tentunya berdampak pada lima sekolah ini yang muridnya berkurang drastis," ujar pria yang juga merupakan guru kesenian SMA Dapena itu.
Akibat dari sistem zonasi, ujar pria yang akrab disapa Arsya ini, lima sekolah yang menginisiasi event seni ini kekurangan murid lebih dari 50 persen dari tahun sebelumnya.
"Total ada 70 karya yang dipamerkan dalam acara ini, dari murid maupun guru. Dari mulai lukisan, drawing patung dan kolase," katanya.
Salah satu karya kolase yang berjudul 'Perbanyak Prestasi Jangan Banyak Cari Muka' karya Widya Putri Yanti Azhari, murid SMA Dapena yang mengkritik soal zonasi.
"Dengan karya ini, aku mau menunjukan bahwa aku tidak setuju dengan kebijakan zonasi. Aku maunya masuk sekolah favorit karena usahaku belajar bukan karena jarak rumah, kalau begitu mending aku punya rumah portable aja bisa dibawa kemana-mana," kata Widya dengan tegas.
Selain zonasi, murid kelas 11 ini juga membawa pesan untuk kalangan milenial agar jangan sibuk mencari muka di sosial media dengan pamer.
"Lebih baik berkarya dulu, punya prestasi dulu baru nanti hasilnya dipamerkan di sosial media," imbuhnya.
Pameran karya fine art ini akan berlangsung selama 5 hari mulai 2 sampai 5 Oktober 2019. Baik Arsya maupun siswa-siswa yang menyelenggarakan acara ini berharap pemerintah mendengarkan aspirasi mereka lewat karya seni ini.
Advertisement