Siswa SD di Surabaya Berhasil Kelola Sampah Organik Pakai Maggot
Siswa SDN Jemur Wonosari 1 Surabaya berhasil mengelola 80 kilogram sampah organik setiap harinya untuk budidaya maggot alias belatung. Ia adalah Galang yang masih duduk di bangku kelas 6 SD.
Meskipun usianya baru 11 tahun Galang telah berhasil melakukan penggolahan sampah organik dengan budidaya maggot. Bahkan, ia membina 17 RT di sekitar lingkungannya untuk melakukan hal serupa. Sampah organik yang dikumpulkan dari tetangga dan warung adopsinya digunakan untuk memberi makan maggot dan dibudidayakan.
Ditemui di sekolahnya di kawasan Jemursari Utara, Galang menceritakan, ide awal budidaya maggot. Awalnya ia mengaku merasa prihatinnya, melihat warga sekitar rumahnya tak bisa memilah sampah organik dan anorganik.
Ia lantas diajak guru pembinaannya untuk melihat budidaya maggot dan memutuskan untuk melalukan kegiatan itu sebagai solusi pengolahan sampah organik sejak Januari 2023. Kini, sudah ada 1.154 kilogram maggot budidayanya dan bisa menyerap 60 hingga 80 kilogram sampah organik setiap harinya.
"Maggot membutuhkan 2 sampai 4 kali makanan dari berat tubuhnya. Sehingga dengan budidaya maggot bisa menjadi solusi pengelolahan limbah organik rumah tangga dan warung," katanya.
Galang menggungkapkan, budidaya maggot dimulai secara bertahap dan beberapa alat untuk budidaya dibeli sendiri oleh Galang dengan mengumpulkan uang sakunya.
"Untuk membudidayakan maggot butuh kotak kandang lalat. Kandangnya ini harganya 65 ribu, saya beli dengan menyisihkan Rp5 sampai Rp10 ribu uang saku saya perhari," terang siswa yang gemar pelajaran IPS ini.
Untuk diketahui, metamorfosis maggot adalah maggot - popa - lalat - bertelur dan menjadi magot kembali. "Waktu jadi lalat itu harus ada kandang khusus, karena nanti telurnya untuk budidaya kembali," imbuhnya.
Tak main-main, siswa kelahiran November 2011 ini saat juga memiliki program Go!Damer (Gerakan Maggot Dalam Ember). Ia menaruh ember berisi maggot ke beberapa rumah warga, sehingga warga bisa menaruh sampah organiknya di ember tersebut agar dimakan maggot.
"Selain itu, saya juga aktif mensosialisasikan pengelolahan maggot sebagai solusi pengelolahan limbah organik di lingkungan RT saya. Biasanya dilakukan waktu arisan RT," ungkap Galang.
Sejauh ini, Galang pun belum memiliki keinginan untuk mengkomersilkan maggot. Tapi ia ingin mengembangkan dan mengkampanyekan cara memilah sampah organik dan anorganik. "Saya ingin mengembangkan maggotnya dan sosialisasi ke warga sekitar," tambahnya.
Diketahui, Galang juga merupakan Finalis Putri dan Pangeran Lingkungan Hidup 2023.
Sementara itu, Kepala Sekolah SDN Jemur Wonosari 1 Surabaya, Suntoyo mengaku, memberikan dukungan penuh untuk para muridnya yang memiliki inovasi mengenai produk atau penelitian.
"Setiap tahun kami mengikuti Pangeran dan Putri dan tiap tahun memang selalu ada inovasi dari para siswa. Tapi yang kali ini inovasinya memang agak tinggi dari tahun-tahun sebelumnya," tandasnya.