Sistem Rudal S-400 Berfungsi Penuh April 2020, Kata Erdogan
Sistem rudal S-400 yang dibeli Turki dari Rusia bakal berfungsi penuh pada awal tahun depan. Pembelian S-400 membuat hubungan Turki dengan NATO, terutama Amerika Serikat (AS), merenggang, dengan AS mengancam bakal meresponnya dengan sanksi.
Demikian dikatakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dikutip Sabtu 20 Juli 2019.
Berbicara dalam peringatan tiga tahun upaya kudeta terhadap dirinya Erdogan menuturkan delapan pesawat sudah membawa sejumlah bagian dari S-400, dengan sisanya masih terus berdatangan.
"Atas izin Tuhan, mereka bakal dipasang dan berfungsi sepenuhnya pada April 2020," kata Erdogan, yang sebelumnya tampil di Istanbul seprti diwartakan Radio Free Europe, Senin 15 Juli 2019.
AS menyatakan selain menjatuhkan sanksi sesuai UU menangkal pembelian senjata Rusia atau CAATSA, Turki juga bisa dikeluarkan dari program jet tempur F-35.
Erdogan berkata Presiden AS Donald Trump mempunyai wewenang untuk mencegah sanksi dijatuhkan, dan mendesak untuk dicarikan "jalan tengah".
Erdogan berkata Presiden AS Donald Trump mempunyai wewenang untuk mencegah sanksi dijatuhkan, dan mendesak untuk dicarikan "jalan tengah".
Selain dengan AS, keputusan Turki mendatangkan S-400 juga menuai sorotan dari negara organisasi kerja sama Atlantik Utara, dengan ancaman sanksi pun menggelora. Jerman dan Austria, misalnya. Mereka menyebut Uni Eropa bakal memberi "hukuman" setelah Ankara melakukan pengeboran "ilegal" minyak dan gas di Siprus.
Pernyataan bersama dari menteri luar negeri dua negara itu mengatakan bakal memberikan sanksi kecuali Turki mengubah sikap, dan direspons Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu.
Cavusoglu menjelaskan mereka bakal terus mengebor kecuali pemerintah Siprus bersedia menerima tawaran kerja sama yang diajukan oleh Siprus Turki.
Rudal dan NATO
Sebelumnya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut jika ada pihak yang diuntungkan dengan pembelian sistem rudal S-400, itu adalah NATO.
Dia menyebut organisasi negara Atlantik Utara itu seharusnya "bahagia" karena Turki bisa memperkuat pertahanan negara meski harus membeli sistem buatan Rusia itu.
"Jika Turki menjadi lebih kuat di kawasan, siapa lagi yang bakal lebih kuat? Tentunya aliansi sendiri," tutur Erdogan sebagaimana dikutip Russian Today.
Pernyataan itu dia sampaikan setelah pejabat AS menuturkan Turki bisa terkena sanksi di bawah CAATSA, UU 2017 yang bertujuan mencegah sekutu membeli senjata Rusia. Namun, hingga saat ini Washington masih belum menerapkan sanksi meski Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri DPR AS Eliot Angel menyebut Erdogan harus menerima "konsekuensi".
Meski anggota NATO, Turki kerap bersitegang dengan AS. Di antaranya adalah desakan Ankara supaya AS menyerahkan Fethullah Gulen, ulama yang diduga sebagai otak upaya kudeta 2016 melawan Erdogan.