Pendidikan Jarak Jauh Jangan Mengorbankan Anak Didik di Daerah 3T
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memahami kebijakan pemerintah, yang memperpanjang masa Pembelajaran Jarah Jauh (PJJ) hingga tahun 2021. Tujuannya untuk melindungi kesalamatan anak didik, guru, dan tenaga kependidikan serta orangtua dari pandemi corona atau Covid-19.
"Alasan ini cukup rasional dan manusiawi, harus diapresiasi," kata Komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti dalam pernyataan tertulis yang diterima Ngopibareng.id, pada Kamis 11 Juni 2020.
Namun KPAI menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai kurang memperhatikan nasib anak didik di daerah 3T, yakni terluar, tertinggal dan termiskan. Mereka tidak memiliki perangkat teknologi yang memadai untuk mengikuti PJJ.
"Yang dipotret dan yang ditampulkan jangan PJJ di tengah kota yang fasilitasnya memenuhi, tapi harus dipikirkan bagi mereka yang tinggal di daerah 3T tersebut," kata mantan kepala SMA Negeri 3 dan SMAN 76 Jakarta.
Retno meminta pemerintah jangan menutupi keterbatasan sarana dan prasarana di daerah 3T. Kalau dalam satu keluarga tidak mampu terdapat dua anak yang mengikuti PJJ secara bersamaan, bagaimana caranya kalau cuma punya HP satu.
"Jangankan beli HP lagi, beli paketan internetnya saja bagi keluarga yang ekonominya pas pasan. Ini yang harus dipikirkan supaya tidak menjadi bom waktu berupa kesenjangan di bidang pendidikan." katanya.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, Retno mengambil contoh, penggunaan Dana Desa untuk pendidikan di masa pandemi Covid 19. Hal ini sudah dipraktikkan oleh beberapa desa yang menjadi binaan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nasional). AMAN ada di 81 desa di wilayah-wilayah adat.
AMAN berkoordinasi dengan kepala-kepala desa tersebut untuk memastikan pemerintah Desa memaksimalkan kewenangan dan anggaran yang mereka miliki melayani dan memenuhi kebutuhan warga Masyarakat Adat (perempuan, anak-anak, dan pemuda), terutama di masa pandemi Covid-19. Salah satunya adalah di Desa Bonelemo (Kab. Luwu) yang dipimpin Baso sebagai Kepala Desa (Kades).
Kepada KPAI, Kades Baso menceritakan bahwa ide penggunaan dana desa untuk PJJ daring dilakukan sejak 9 April 2020.
"Kedatangan seorang ibu beserta anaknya ke kantor desa. Ibu itu bertanya, “Bisakah anaknya menggunakan fasilitas kantor desa untuk belajar online? “ Sebelumnya beberapa warga juga mengeluhkan kepada Kades terkait tingginya biaya pulsa untuk PJJ daring," terang Retno menirukan Kades Baso.
Kades Baso kemudian menindaklanjuti dengan meminta agar bendahara desa menaikkan kapasitas internet kantor desa dan mengumumkan bahwa anak sekolah dan mahasiswa di Desa Bonelemo dapat menggunakan fasilitas kantor desa.
Dalam proses belajar, laptop kantor desa dan ditambah beberapa laptop mahasiswa yang sedang tidak dipergunakan dimanfaatkan bersama untuk belajar daring selama PJJ. Jumlah total laptop dan PC yang dipergunakan untuk PJJ oleh anak-anak Desa Bonelemo sebanyak 10 buah.
“Inisiasi kepala desa yang menggunakan dana desa untuk membantu pembelajaran daring anak-anak di desa tersebut sangat patut di apresiasi dan dipublish agar dapat menjadi inspirasi desa-desa lain di Indonesia”, ujar Retno.