Sistem Pendeteksi Kesuburan Tanah, Rancangan Mahasiswa ITS
Hipzul Achmad Jabbar, mahasiswa Departemen Sistem Informasi (SI), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), berhasil merancang sebuah sistem pendeteksi kesuburan tanah. Alat ini bisa memberikan informasi kepada pengguna mengenai kondisi tanah.
Penelitian ini dikembangkan lewat Tugas Akhir (TA) berjudul 'Rancang Bangun Sistem Pendeteksi Kesuburan Tanah Menggunakan Arduino dengan Sensor PH, Electrical Conductivity, Temperatur, dan Kelembaban Tanah'.
Lewat TA ini pula Ijul, sapaan akrabnya, berhasil meraih gelar wisudawan pada wisuda ITS ke-120, Minggu, 16 September 2019.
Ijul menjelaskan, pada sistem pendeteksi kesuburan tanah ini terdapat empat sensor yaitu kelembaban, PH, Electrical Conductivity (EC), dan suhu.
Keempat indikator tersebut saling berkaitan, misalnya PH dengan EC karena di PH tertentu itu saling berkaitan dengan ion tertentu pula.
“Sehingga bisa mengontrol tanah tersebut cocok untuk tanaman apa atau karena kekurangan ion kemungkinan perlu ditambahkan pupuk untuk bisa merubah variabel seperti EC,” ujar Ijul.
Ia kemudian menerangkan cara kerja sistem tersebut. "Keempat sensor tadi harus ditancapkan ke tanah terlebih dahulu," sambungnya.
Data yang didapatkan secara otomatis dikirim ke arduino. Arduino merupakan sebuah microcontroller yang bersifat open source, atau sumber terbuka yang ditujukan untuk membuat prototype peralatan elektronik.
"Pemilihan arduino dipilih karena lebih mudah dipakai untuk prototyping dan perkodingan," imbuh Ijul.
Setelah itu, Ijul menjelaskan, arduino akan mengirimkan data ke aplikasi yang saya buat. Data akan dikirim ke server aplikasi tersebut menggunakan wifi.
"Kemudian data yang telah dibaca sensor akan ditampilin ke aplikasi," ungkap pria kelahiran 1997 ini.
Kata Ijul, aplikasi yang ia buat ini berbasis 'web based'. Pertimbangannya agar mudah diakses melalui mobile phone atau komputer biasa. Ketika pengguna ingin mengetahui kondisi tanahnya, tinggal mengakses lewat websitenya saja, tanpa harus meng-install aplikasi terlebih dahulu.
“Saya cuma developing dan prototyping jadi belum di-hosting ke cloud dan web, servernya masih di localhost,” terang Ijul.
Ijul mengungkapkan, ide ini berasal dari keingin tahuannya terhadap Indonesia yang merupakan negara agraris, apakah di era industri 4.0 ini pertainan itu mudah digabung dengan teknologi.
Meski demikian, latar belakang pendidikannya yang bukan orang elektro atau pertanian membuat kesulitan tersendirinya baginya.
“Jadi cara ngerakit alatnya, menentukan variabel itu susah, sehingga harus banyak baca paper dari luar jurusan,” sambungnya.
Ia berharap, TA-nya ini dapat dikembangkan lebih lanjut. Karena memang tidak bisa jika dikembangkan sendirian oleh anak SI saja. Tapi harus juga bersama dengan anak elektro, biologi atau pertanian.