Sisihkan Uang dari Minum Kopi Sudah Bisa Beli Rumah
Pengusaha properti, Peony Tang mempunyai solusi bagi masyarakat yang ingin membeli properti caranya dengan menyisihkan uang. Uang yang disisihkan itu bersumber dari budget yang selama ini kerap dibelanjakan untuk minum kopi di kafe-kafe.
"Kecenderungan masyarakat terutama kalangan milenial bersosialisasi dengan bertemu di kafe-kafe sudah menjadi bagian gaya hidup sehari-hari termasuk keinginan pengalaman hidup yang berbeda (life experiences) membuat mereka mengutamakan traveling dan sosialisasi sebagai tujuan hidup," kata Peony di Jakarta, Rabu.
Peony mengutip survei terbaru Ameritrade yang dilansir dari CNBC Make It yang menyebutkan, gaya hidup milenial seperti travelling dan liburan kerap jadi prioritas, dilanjut dengan tren makan malam di luar atau sekedar nongkrong-nongkrong sambil ngopi di peringkat berikutnya untuk pengeluaran tertinggi.
Peony yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT. Setiawan Dwi Tunggal, mengatakan, kalau gaya hidup seperti itu tidak salah, karena bertujuan untuk bersosialisasi dan mencari inspirasi, asalkan kaum milineal bisa bijak dalam mengelola keuangan dan tidak terjebak pada gaya hidup yang boros.
“Pada dasarnya, kaum milenials cenderung untuk menekankan pada pengalaman hidup, dan tidak terpikir untuk melakukan investasi untuk jangka panjang,” ujar dia.
Peony mencontohkan, untuk secangkir kopi di kafe, atau berbelanja pakaian, kaum milineal harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu. Kalau sebulan minimal Rp 1,5 juta. Padahal, dengan pengeluaran demikian, selama setahun, kalangan milenial sudah mampu membayar DP dan mencicil apartemen seharga Rp 325 juta.
Peony mengatakan kalau gaya hidup kalangan milenial ini tidak berubah untuk memikirkan investasi jangka panjang maka akan semakin sulit untuk membeli hunian, mengingat harga dari properti yang terus merangkak naik.
Bahkan sebuah studi menyebutkan bahwa dalam 10 tahun mendatang, harga hunian tak lagi terjangkau.
“Properti memang aset yang tak pernah turun, apalagi jika fasilitas dan lokasinya bagus, yang ada harga akan terus naik dan kian tak terjangkau di kantong,” kata dia.
Peony mengatakan perusahaannya sangat tanggap dengan persoalan yang dihadapi kalangan generasi muda (milenial) yang ingin memiliki hunian untuk itu sudah dipersiapkan program cicilan uang muka yang disebut "Nabung DP" khususnya untuk apartemen The Parc di Pondok Cabel yang berlokasi di Selatan Jakarta.
Menurut Associate Director SouthCity, Stevie Faverius Jaya, melalui program ini, milenial hanya perlu mencicil uang muka 20 persen atau sekitar Rp3,3 jutaan sampai 24 kali. Setelah itu dilanjutkan dengan mencicil KPA sebesar Rp3 juta per bulan, yang artinya dalam satu hari, para calon konsumen hanya perlu menyisakan Rp 99,000 per hari.
“Kalau dibandingkan dengan ‘ngopi’ di café, belum lagi makan di mall dan aktivitas hiburan lainnya, mereka (milenial) bisa menghabiskan setidaknya Rp100-150 ribu per hari. Jika gaya hidup tersebut diubah menjadi menabung, maka mereka bisa mendapatkan satu unit apartemen dengan fasilitas dan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan mereka,” kata dia.
Menurut kajian Colliers, salah satu pilihan hunian bagi kaum milenials adalah apartemen. Hal ini karena apartemen dianggap lebih praktis dengan segala fasilitasnya mulai dari kafe hingga tempat pertemuan (meeting).
Faktor lain yang mendorong minat kaum milenial terhadap apartemen adalah sulitnya mendapatkan rumah tapak dengan harga terjangkau di ibu kota. Tren tersebut diperkirakan terus bergeser ke daerah penyangga yang tidak terlalu jauh dari ibu kota.
“Apartemen menjadi pilihan karena kalangan muda saat ini menginginkan tempat tinggal yang dekat dengan aktivitas bisnis, apalagi bila di sekitar apartemen terdapat ruang berbagi kantor (coworking space) yang bisa disewa secara harian atau bulanan,” ujar Peony.
Kepraktisan dan fasilitas menjadi salah satu pertimbangan. Menurut Peony, milenials, sangat terampil dengan teknologi dan cenderung memilih yang serba praktis. Apartemen merupakan solusi bagi gaya hidup yang sudah melekat pada kaum milenial. (ant)