Sisi Lain Nabi Khidhir, Lebih dari Sosok Mistis
Nabi Khidhir sebagai "sosok mistis" sudah sering dibahas. Bahkan telah membentuk pola pikir arus utama kaum muslimin. Bahwa pola pikir guru privat Nabi Musa ini tidak bisa dipahami, bahkan bertentangan dengan kebenaran konvensional.
Mungkin benar. Namun, jika tidak bisa dipahami, bagaimana cerita Nabi Musa dan Nabi Khidhir memantik pecinta Al-Quran untuk kokoh dan jernih dalam berpikir?
فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ یَتَفَكَّرُونَ
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surat Al-A'raf (7): 176
Percikan jawaban muncul sewaktu menjumpai Nabi Khidhir begitu tegas dan terukur untuk mengakhiri kebersamaan bersama Nabi Musa. Penghuni pertemuan dua lautan ini berkata:
هَـٰذَا فِرَاقُ بَیۡنِی وَبَیۡنِكَۚ
Sesuai firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Kahfi (18):78
Apakah sikap Nabi Khidhir berdasar atas inspirasi gaib ataukah argumentasi yang solid? Di luar dugaan saya selama ini, ternyata vonis yang dijatuhkan Nabi Khidhir berdasarkan bukti dan argumentasi yang tidak ada keraguan. Definitif (قطعي)!
Anda bisa menyaksikan sedari awal pertemuan mereka di pertemuan dua lautan. Nabi Khidhir memadukan pengalaman empiris dan argumentasi dengan cara terbaik.
Agar tidak terlalu panjang, di sini kita sajikan kembali ucapan terakhir Nabi Musa:
َ لَوۡ شِئۡتَ لَتَّخَذۡتَ عَلَیۡهِ أَجۡرࣰا
Dalam Al-Quran Surat Al-Kahfi (18):77
Itu sebuah proposisi bersyarat (implikasi). Atau dalam istilah ilmu manthiq adalah "قضية شرطية متصلة".
Ada "لو" (seandainya) pada ucapan Nabi Musa. Yang dalam konteks ini berfungsi "حرف امتناع لامتناع". Periksa ucapan Nabi Musa lebih cermat. "Seandainya anda (Nabi Khidhir) berkehendak, niscaya anda mendapat upah".
Faktanya, Nabi Khidhir tidak mendapat upah. Maka simpulannya, Nabi Khidhir TIDAK berkehendak (mendapat upah). Hal itu berdasarkan Nabi Musa itu sendiri.
Oleh karena itu, tanpa ragu Nabi Khidhir menyimpulkan dan memutuskan "هذا فراق بيني و بينك". Yang digunakan Nabi Khidhir adalah modus tollens dan kemudian modus ponens. Atau "قياس الشرطي" atau disebut juga "قياس الاستثنائي " dalam istilah ilmu manthiq.
#TitikBa: segalanya satu, utuh tak terbagi dan sejatinya tidak ada.
Bagian kedua
Kemampuan prediksi ("weruh sadurunge winarah") adalah setengah ilmu. Setengah lainnya adalah keutuhan dan kejelasan eksplanasi.
Semua ilmuwan memiliki kesaktian "weruh sadurunge winarah" (tahu sebelum kejadian). Teknologi yang sekarang anda gunakan adalah bentuk konkret kesaktian tersebut.
Salah satu sosok yang sangat sakti di balik semua itu adalah Syaikh James Clerk Maxwell (1831-1879). Kesaktian beliau bukan kaleng-kaleng. Tidak ditambah-tambahi atau didramatisir. Terbukti sahih di mana pun dan kapan pun. Semua bisa menguji. Sampai saat ini.
Kesatuan eksplanasi - prediksi, atau teoretis - empiris, ditunjukkan oleh Nabi Khidhir dimulai sewaktu berkata kepada Nabi Musa:
َ إِنَّكَ لَن تَسۡتَطِیعَ مَعِیَ صَبۡرࣰا
Firman Allah dalam Al-Quran Surat.Al-Kahfi (18):67
Itu sebuah prediksi. Weruh sadurunge winarah! Seperti Syaikh Maxwell, Nabi Khidhir menyampaikan prediksi dengan tegas dan terukur. Mengapa? Karena dibangun dengan alur argumentasi yang terang-benderang.
Bagaimana postulat yang digunakan oleh Nabi Khidhir?
وَكَیۡفَ تَصۡبِرُ عَلَىٰ مَا لَمۡ تُحِطۡ بِهِۦ خُبۡرࣰا
Dalam firman Allah, Al-Quran Surat Al-Kahfi (18):68
"Anda bersabar" (تصبر) dan "anda tidak tahu kabar di balik kejadian" (لم تحط به خبرا) adalah dua hal yang saling melengkapi secara sempurna dan benar-benar terpisah. Ahli ilmu manthiq menyebut kondisi ini sebagai "مانع الجمع و الخلو" atau "قضية شرطية منفصلة حقيقية".
Syaikh 'Abdurrahman al-Akhdhary, dalam Sullamul Munauraq, mengungkap pola pikir tersebut sebagai berikut:
و منه ما يدعى بالاستثنائ
يعرف بالشرطي بلا امتراء
و هو الذي دل على النتيجة
او ضدها بالفعل لا بالقوة
Bagaimana pun teori harus diuji. Apakah pengalaman nanti bersifat "utuh tak terbagi" dengan penjelasan? Tunggu lanjutan ceritanya.
Demikian catatan Ahmad Thoha dalam Esoterika-Forum Spiritualitas.
#TitikBa: segalanya satu, utuh tak terbagi dan sejatinya tidak ada.
Advertisement