Sirekap Bikin Gaduh, DPD Golkar Jember: KPU Jangan Hanya Diam
DPD Golkar Jember menyampaikan sejumlah catatan kritis terkait pelaksanaan pemilu 2024. Salah satunya meminta KPU menghentikan rekapitulasi melalui aplikasi Sirekap, dengan alasan meresahkan.
Badan Saksi Nasional DPD Golkar Jember, Dima Akhyar, mengatakan, dalam pelaksanaan pemungutan suara pada tanggal 14 Februari 2024 lalu, saksi yang ditugaskan Golkar Jember banyak yang tidak bisa masuk ke TPS.
Mereka tidak bisa masuk dengan berbagai alasan, mulai karena terlambat dan tidak mengikuti upacara pembukaan pemungutan suara di TPS.
Padahal waktu kedatangan saksi ke TPS tidak diatur dalam regulasi. Aturannya, jika pada pukul 07.00 WIB belum ada saksi hadir, pemungutan suara ditunda 30 menit. Jika tetap tidak ada, maka pemungutan suara tetap bisa digelar tanpa adanya saksi.
"Banyak saksi dari Golkar yang ditolak masuk TPS dengan alasan tidak datang sejak awal. Sehingga suara Golkar di banyak TPS tidak terawasi," katanya, Sabtu, 17 Februari 2024.
Tak berhenti sampai di situ, sejumlah saksi Golkar juga menerima dokumen hasil pleno tingkat TPS. Ada saksi hanya mendapat formulir C1 DPRD Kabupaten, namun DPRD Provinsi dan DPR RI tidak dapat. Padahal sesuai regulasi, saksi berhak mendapatkan salinan seluruh dokumen.
Selain itu, DPD Golkar Jember juga mengkritik proses penghitungan suara melalui Sirekap. Golkar Jember menilai aplikasi ini cukup meresahkan dan membuat gaduh.
Tak hanya di tataran publik, Sirekap juga menimbulkan perselisihan di internal partai. Sejumlah caleg dari Golkar Jember saling mengklaim kemenangan berdasarkan sumber penghitungan suara yang berbeda.
Satu caleg mengklaim menang berdasarkan Sirekap, sedangkan caleg lain mengklaim kemenangan atas dasar penghitungan manual di internal partai.
Menurutnya, Sirekap saat ini sering kali tidak akurat, bahkan tidak sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Sehingga informasi yang terdapat dalam Sirekap menyesatkan.
"Aplikasi itu menimbulkan kerancuan dan kegaduhan. Karena kerap kali tidak akurat dan tidak sesuai, bahkan menyesatkan. Angka yang muncul selalu berubah, sehingga menimbulkan ketidakpastian," tambahnya.
Miris, saat Sirekap gagal memberikan kepastian dan ketenangan, KPU justru terkesan diam. KPU belum memberikan penjelasan kepada publik untuk menyikapi persoalan yang terjadi.
Semestinya, KPU sejak awal menyampaikan bahwa data yang ada dalam Sirekap berpotensi salah. Golkar berharap, KPU bisa memberikan penjelasan dan memperbaiki melalui penghitungan di tingkat PPK atau kecamatan yang akan digelar besok, Minggu, 18 Februari 2024.
Jika KPU masih gagal memberikan pemahaman dan solusi, jangan pernah menyalahkan publik jika menilai KPU merupakan bagian dari kerawanan pemilu. Baginya, KPU seharunya bisa memberikan tata cara menyikapi perbedaan data di Sirekap dengan formulir C1.
"Melihat kondisi publik yang resah, KPU jangan sampai hanya diam. KPU harus proaktif menjelaskan kepada masyarakat. Jangan salah slogan melayani dan profesional hanya sekadar tulisan saja," Keluhnya.
"KPU harus proaktif menjelaskan kepada masyarakat. Banyak bertebaran komentar negatif di media sosial yang menyebut KPU telah gagal menjalankan salah satu instrumennya berupa aplikasi SIREKAP," tandasnya.
Advertisement