Singkong Mencengangkan di Blitar, Menggusur Pamor Ketela Mukibat
Singkong. Disebutnya singkong di suatu wilayah. Di daerah lain boleh jadi tidak disebut singkong. Lalu disebut apa?
_____________
Ada yang menyebut ubi kayu. Ada yang bilang ketela pohon. Di beberapa wilayah dengan bahasa arek menyebutnya sebagai pohung. Bahasa Jawa membahasakannya sebagai tela. Di Maluku disebutnya kasubi. Ada juga yang menyebut bungkahe. Lalu sampeu. Disebut juga manihot utilissima, dan seterusnya.
Jadi, tanaman singkong di negeri ini paling banyak memiliki nama sebutan lain. Nama sebuat lain itu bisa dikatakan sebagai alias. Tapi, yang jelas, singkong ini banyak nama namun satu rupa.
Singkong adalah jenis tanaman paling familiar sebenarnya. Namun, karena singkong tak pernah menjadi komoditas andal di negeri ini maka dia juga tak pernah menduduki peringkat penting dalam kasta rantai makanan.
Kini, ketika singkong sudah mulai dilirik industri, banyak orang mulai mengusahakan singkong menjadi tanaman budidaya yang mampu memberi keuntungan tinggi.
Salah satu dari banyak orang yang mencoba mengusahakan singkong menjadi tanaman budidaya dengan keuntungan tinggi itu adalah Haji Mohammad Ubadah. Dia wong Blitar. Kota Blitar persisnya. Ubadah, demikian warga memanggilnya, tinggal di Jalan Soekarno, Blitar. Dari rumahnya bahkan bisa dilihat ujung genting Makam Pak Karno. Makam Presiden Pertama Indonesia.
Karena tanaman singkong itu, Ubadah pun meroket tinggi namanya. Dia masuk dalam daftar nama pencarian orang. Maksudnya: sebuah nama yang layak dicari dan dimintai testimoninya terkait suksesnya ngupokoro singkong sehingga menjadi tanaman spektakuler karena hasil panennya.
Bicara soal singkong dia benar-benar tampil beda. Dia tidak sekadar menanam singkong dengan lahan berhektar-hektar tetapi juga mencoba menemukan kiat bagaimana agar singkong mampu berumbi lebat. Tidak hanya sekadar lebat juga tetapi umbinya juga buesar-buesar.
Menurut Ubadah, kuantitas panenan singkong sudah saatnya menjadi gagasan yang sangat penting untuk diwujudkan. Sebab, singkong tidak pernah mencapai harga maksimal dipasaran. Rendahnya harga singkong membuat orang hanya memandang sebelah mata ketika berbicara soal singkong.
“Ah, hanya singkong!”
Pandangan sebelah mata ini yang ingin dia ubah. Ubadah menginginkan capaian lain. Ubadah bukan lagi menggrap singkong untuk konsumsi, melainkan singkong dalam kapasitas kepentingan industri.
Singkong Ubadah
Singkat cerita, Haji Ubadah pun berhasil. Umumnya singkong dipanen per pohon menghasilkan umbi 3 hingga 5 kg saja. Sementara singkong yang dia tanam mampu menghasilkan 30-50 kg per batang pohon.
Paling jelek, 10 kilogram yang didapat dalam satu batang pohon. Keberhasilan ini membuat Ubadah percaya diri. Dia lantas menamai singkong hasil panenannya dengan nama Singkong Ubadah. Belakangan, ketika panenan ujicobanya meraih hasil spektakuler, dia merencanakan mendirikan Kerajaan Singkong dengan nama serupa.
Di kancah persingkongan, singkong yang dipanen Ubadah sejatinya bukan singkong varietas baru. Dia singkong pada umumnya meski dengan hasil panen mencengangkan.
Jika diperbandingkan, singkong tanaman Ubadah serupa tapi tak sama dengan Singkong Mukibat yang ditemukan di Ngadiluwih, Kediri. Penemu singkong Mukibat adalah orang bernama Mukibat.
Kalau Pak Mukibat melakukan teknik penempelan antara singkong biasa dengan singkong karet, sementara Ubadah melakukan teknik khusus terhadap singkong yang hendak ditanam.
Perlakuan khusus itu adalah memberikan formula khusus terhadap calon benih yang hendak ditanam hingga teknik penanamannya agar memperoleh hasil maksimal.
Datanglah ke kebun-kebun ketela. Coba simak disana. Saat ini orang sudah jarang menanam ketela Mukibat. Karena dianggap ribet. Sebab teknik menanam dengan cara penempelan tidak serta merta menghasilkan benih. Untuk menanamnya semua harus dimulai dari awal. Menempelkan satu persatu benih dari varietas berbeda sebelum masuk proses tanam.
Namun temuan Pak Mukibat di tahun 50-an itu tergolong revolusioner. Sebab dia bukan dari golongan peneliti atau pemulia tanaman, melainkan hanya seorang petani biasa di Desa Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Ketela yang dihasilkan saat itu juga spektakuler, yaitu 5 kali lipat besarnya dari ketela yang biasa ditanam petani.
Ubadah hampir mirip dengan Mukibat. Sama-sama bukan peneliti soal tanaman ketela. Namun setidaknya Mukibat masih petani. Sementara Ubadah malah jauh panggang dari api. Dia tak pernah bersentuhan dengan ketela, apalagi menjadi petani.
Latar belakangnya adalah sekolah manajemen bisnis. Tak memungkinkan kalau diotak-atik sebagai penemu. Tapi senyatanya dia bisa melakukan seperti Pak Mukibat.
Sebab itu, temuannya soal formula khusus yang bisa diterapkan pada tanaman ketela cukup membuat orang terperengah. Karena temuan itu pula, singkong kreasinya, mendapatkan penilaian temuan paling inovatif di tahun 2013 dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (idi/bersambung)