Singkong Kudu Perkasa dong, Harus Naik Kelas Jadi Unggulan
Sampai hari ini, Singkong Ubadah yang sejatinya bukan varietas baru itu sudah berhasil ditanam dilahan-lahan kritis di Blitar. Dari Blitar kemudian melanglang buana ke Kalimantan, Bangkalan, Bogor, Bojonegoro, Nganjuk, Mojokerto, Sumenep, Wonosobo, Sulawesi dan NTT.
Menurut Ubadah, formula hasil temuannya tersebut tidak berpengaruh kepada singkong yang dihasilkan. Singkong akan berbuah sesuai dengan bibit awal. Jika bibit awalnya sudah merupakan singkong yang enak dimakan, maka hasilnya juga enak dimakan.
Kalau singkong dari jenis yang punya kandungan pati tinggi, maka ia juga akan menghasilkan tepung yang banyak. Lantas bagaimana dengan pengaruh struktur tanah? Senyampang tanah masih mampu diberlakukan sesuai SOP, maka hasil yang dikeluarkan bibit yang sudah diberi formula akan sama baiknya antara tanah istimewa maupun tidak istimewa.
Singkong Ubadah bisa dipanen setiap 6 bulan. Jadi, juga tidak perlu nunggu samapai 9 bulan. Kalau hanya untuk kebutuhan dibuat kripik kripik singkong saja, maka 5 bulan sudah bisa dipanen. Namun untuk hasil yang maksimal 11 bulan adalah waktu yang tepat.
Kalau yang diambil adalah patinya, 11 bulan singkong harus sudah dicabut. Sebab kalau lewat waktu 11 bulan maka tepung yang terkandung dalam singkong akan memudar.
Ubadah masih mengingat, mengapa harus singkong yang ia garap. Mengapa bukan yang lain. Atau, setidaknya komoditas lain yang lebih gampang menghasilkan rupiah. Maka ia tidak perlu blusukan ke tegalan dan sawah-sawah orang.
Singkong ini adalah mata rantai makanan penting. Juga sangat dibutuhkan industri. Kenapa tidak. “Saya ingin kasta singkong naik menjadi sangat penting di negeri ini. Memang sih saya tidak memungkiri, jalan singkong ini adalah jalan kepepet. Karena kepepet mengapa tidak terjun saja sekalian. Sekalian basah. Sekalian menyelami bagian cobaan Yang Maha Kuasa. Maka saya mengamalkan surat Nuh ayat 10-12. Kata Allah, mohonlah ampun kepadaKu maka akan Kuturunkan hujan lebat, anak-anak yang banyak dan kebun yang luas. Nah, singkong pasti ditanam di kebun, maka makin yakinlah saya,” tutur Ubadah.
Singkong mampir dibenak Haji Ubadah setelah usaha teh rosela ciptaannya mengalami kemunduran besar. Tahun 2010-2011 omsetnya terjun bebas. Per hari yang biasanya mampu terdistribusi 3,5 kwintal, jumlah itu menyusut cepat.
Sebanyak 620 outlet se Indonesia tak mampu dipertahankan. Malah mendekati kolaps. Begitu juga dengan usaha dua warung lesehan yang dimilikinya. Karena blitar kecil, kemudian saingan mencapai lebih 20 lesehan, lesehan ini juga harus ditutup. Maka jadilah ia setengah pengangguran.
Di saat seperti ini seorang teman mengajaknya ke bisnis singkong. Singkong yang jadi pilihannya adalah Singkong Mas milik Kang Adibrata yang sedang gencar naik daun itu. Syaratnya sederhana ia hanya diminta mencarikan lahan seluas 12 hektar. Jika terpenuhi bibit akan dikirim gratis.
Semangat pun menyala, dan dalam waktu singkat lahan seluas itu sudah diperolehnya. Caranya Ubadah bekerjasama dengan para kelompok tani. Semangat itu makin menggebu manakala Effendi Choiri atau Gus Choi yang mantan DPR RI dari PKB juga berada di jalur singkong.
Setelah lahan calon Singkong Mas benar-benar siap, ternyata justru bibit tidak pernah sampai. Ubadah pun gulung koming karena setiap hari ia ditelpon lurah dan kelompok tani yang menanyakan kelanjutan rencana. “Rasanya seperti putus harapan,” kenang Ubadah.
Supaya tidak dikira membohongi warga dan kelompok tani, Ubadah nekat membeli bibit saja. Karena menunggu bibit Singkong Mas gratis jelas tidak mungkin lagi dilakukan. Uang 50 juta kemudian ia siapkan untuk membeli bibit. Tapi ternyata, bibit baru bisa terealisasi setelah 3 bulan. Loyo sudah, warga, kelompok tani, lurah, tak mungkin menunggu dengan waktu selama itu. Sementara lahan sudah benar-benar siap. Malu dan bingung membuat singkong menjadi impian Ubadah yang harus terwujud di siang hari bolong. (idi/habis)