Singa Batam
Setiap berkunjung ke Batam, saya selalu ingat Presiden BJ Habibie. Ada jejak otak presiden ke-3 yang hanya menjabat setahun ini. Tapi jejak pemikiran dan visinya yang jauh maju ke depan tak bisa dihilangkan hingga sekarang.
Ia pernah memimpin pembangunan kota tersebut dengan menjadi Kapala Badan Otorita dari tahun 1978-1998. Dua puluh tahun lamanya. Sebelum dipilih menjadi wakil presiden oleh Soeharto. Juga menjadi presiden saat penguasa Orde Baru 32 tahun itu mundur.
Dialah yang membangun kota yang kini menjadi ibukota kepulauan Riau tersebut menjadi maju seperti sekarang. Habibie yang punya mimpi menjadikan Batam sebagai kota bayang-bayang Singapura. Negara tetangga yang hanya dipisahkan selat dengan Batam.
Kenapa demikian?
Konon Habibie sangat percaya dengan teori balon. Dia yakin, Singapura yang hanya seluas kota akan meluap penduduknya. Akan mengalami titik jenuh pembangunan kawasan industrinya. Makanya, perlu Singapura Kedua di wilayah Indonesia.
Maka, ketika ia ditarik pulang Presiden Soeharto dari Jerman ke Indonesia untuk menjadi Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), ia jadikan Batam menjadi kota baru. Dengan Badan Otorita sebagai pengelolanya. Menjadi semacam Kawasan Ekonomi Khusus dengan pengelolaan khusus. Kota yang menjadi “duplikat” Singapura di Indonesia.
Saya pernah ke Batam ketika masih dalam pengelolaan Kapala Badan Otorita. Saat itu, pusat keramaian kota masih ada di Nagoya alias Kecamatan Lubuk Baja. “Dulu kalau ke Batam, pasti pulang bawa oleh-oleh alat elektronik atau parfum,” kata KH Roni Sya’roni, Founder Spektra Surabaya.
Setelah itu, baru kali ini mengunjunginya kembali. Saat Batam berada dalam pengelolaan Pemerintah Kota Batam. Dengan membawahi Badan Pengusahaan (BP) Batam, sebutan baru untuk Badan Otorita. Bahkan, terkadang terkesan dualisme atau keduanya.
Sebetulnya saya datang ke Batam untuk acara keluarga. Mendampingi seorang anak hebat asal Nganjuk yang melamar putri Batam yang dikenalnya saat sama-sama kuliah di University of Oxford di Inggris. Kebetulan tahun lalu saya menyambanginya di UK. Abid Abdurahman Adonis, namanya.
Tapi karena sudah lama tak berkunjung ke Singapura, saya niatkan menyeberang setelah acara di Batam. Sekalian membandingkan apakah mimpi Presiden BJ Habibie menjadikan Batam sebagai bayang-bayang Singapura bisa mendekati kenyataan.
“Sekarang Batam sudah berubah. Warga di sini tidak seenak dulu saat menjadi Badan Otorita,” kata Hardi Selamat Hood, salah satu calon senator dari Provinsi Kepulauan Riau. Statusnya yang setengah otorita membuat hal itu terjadi.
Dalam pandangan Hardi, tata kelola kota Batam menghadapi dilema. Dulu seperti ada kapal dengan dua nakhoda. Ada Kepala BP dan walikota. Karena itu, walikota menjadi ex-officio Kepala BP. Makanya, ketika terjadi kasus Rempang tidak ada pembelaan karena walikota juga kepala BP.
Sayang saya tidak sempat mengkonfirmasi pernyataan ini di lapangan. Hanya sempat berkeliling sebagian Batam. Juga tidak bisa membandingkan suasana kota Batam masa lalu dan sekarang. Tidak menjelajah sampai ke seluruh pelosok Kota Batam yang punya 12 kecamatan.
Tapi selintas kota ini dirancang untuk besar. Jalannya lebar-lebar. Selebar jalan tol di Jawa. Mengalahkan lebarnya jalan-jalan di Surabaya. “Keramaian kota tak lagi berpusat di Nagoya. Kini bergeser di kawasan proyek-proyek baru,” kata Zaenuri, pria asal Kediri yang sudah 30 tahun tinggal di Batam.
Saya hanya semalam di Batam. Terus menyeberang dengan kapal melalui pelabuhan internasional Batam Center. Yang lokasinya berdampingan dengan Kantor BP Batam. Pelabuhannya keren. Lebih keren dari Pelabuhan Tanjung Perak yang dikelola Pelindo. Sayang, kebersihannya kurang. Toiletnya bau menyengat.
Namun, meski sempat tidak nyaman dengan toiletnya, bisa tertutupi dengan proses imigrasi yang cepat. Sudah menggunakan mesin elektronik dengan pengenalan wajah untuk cek paspor. Jadi tak perlu antrean panjang. Baru saat masuk Singapura masih harus melalui jalur manual karena saya sudah lama tidak ke sini.
Suasana memang langsung berubah. Pelabuhan Internasional Singapura jauh berbeda dengan Batam. Lebih ramai. Lebih bagus. Lebih bersih. Dan lebih terasa hidup. Dari pelabuhan ini, selain penyeberangan ke Indonesia juga ada jalur laut ke Malaysia
Batam memang berhasil menangkap kejenuhan Singapura dalam hal investasi. Tapi bukan di sektor perdagangan dan jasa. Tapi lebih ke industri berat. Batam belum bisa menjadi bayang-bayang Singapura. Barangkali baru penunjang industri penunjang Singapura.
Dilihat dari sini, mimpi Habibie bisa menjadi kenyataan. Menjadikan Batam sebagai daerah penampung limpahan investasi di Singapura. Tapi belum bisa menjadikan Batam sebagai bayang-bayang negara tetangga. Apakah harus ada Habibie baru?
Tampaknya memang terlalu muluk jika ingin jadikan Batam sebagai “bayang-bayang” Singapura. Sebab, negeri tetangga yang luasnya tak lebih dari kota Surabaya ini terus melaju menjadi negara perdagangan dan jasa yang terus berkembang.
Selalu ada yang baru setiap kali berkunjung ke Singapura. Misalnya, di kawasan Bandara Changi, kini ada mall baru sebagai daya tarik baru. Jewel namanya. Inilah mall yang terhubung dengan berbagai terminal di Changi Airport. Mall lima lantai berbentuk dome.
Di dalamnya ada air mancur yang mengucur dari atap, taman hijau di setiap lantai, dan jembatan kaca di lantai teratas. Luasnya selebar stadion bola. Dengan atap kaca separo lingkaran. Sementara lantai terbawah ada kolam besar penampung air terjun yang sesekali mengeluarkan asap.
Ini menjadi destinasi baru bagi siapa saja yang transit atau bepergian melalui Changi. Sementara, kawasan Marina Bay San makin ramai. Demikian juga tampak wisatawan memenuhi Orchad Road yang memang menjadi surga belanja di Singapura.
Tapi bukan tidak ada peluang bagi Batam untuk berkembang. Mahalnya kehidupan di Singapura bisa menjadi peluang bagi Batam untuk menjadi destinasi liburan murah bagi warga Singapura. Tentu masih harus berbenah. Juga perlu selalu kreatif menciptakan wahana baru setiap saat.
Menarik warga Singapura berlibur murah di Batam adalah salah satu pilihan baru. Hanya perlu sentuhan tata kelola yang sedikit modern dan cita rasa yang sedikit tinggi. Sehingga membuat kota Batam lebih enak dipandang.
Perlu tata kelola Singapura dengan cita rasa Batam. Sebut saja dengan Singa Batam atau separo Singapura separo Batam. Untuk ini, tampaknya perlu walikota yang bermimpi besar seperti Habibie.