Simpang Siur SPDP Tersangka Setya Novanto
Salinan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) atas nama Ketua DPR Setya Novanto beredar kemarin. Namun, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi belum mengonfirmasikan kebenaran surat itu secara resmi ke hadapan publik.
Bila surat itu benar merupakan SPDP resmi, status Setya Novanto akan kembali sebagai tersangka dalam kasus KTP elektronik, e-KTP. Status tersangka yang sebelumnya sudah disandangnya, namun gugur setelah ia memenangi prapradilan.
SPDP Novanto dengan No B-619/23/11/2017 ditandatangani Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman dengan berstempel dan kop surat KPK.
Dokumen itu menyatakan penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional, telah dimulai 31 Oktober 2017.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya belum bisa memberikan konfirmasi terkait surat tersebut. "Informasi tersebut belum bisa kami konfirmasi. Yang pasti KPK sedang terus mendalami dan memperkuat konstruksi hukum kasus KTP-el ini," kata Febri dikutip dari Media Indonesia, Selasa, 7 November 2017 kemarin.
Febri mengatakan, KPK masih fokus kepada lima orang sekaligus memperkuat konstruksi perkara sidang. Terlebih, kasus KTP-el diduga melibatkan banyak nama lain yang diduga berperan dalam pengadaan.
"Lima orang ini kan sudah ada yang diputus pengadilan, termasuk juga putusan praperadilan. Tentu kami harus perkuat konstruksi hukum KTP-el agar ke depan penanganan ini lebih kokoh, sekaligus menyampaikan pesan ke publik bahwa KPK terus memproses KTP-el. Pelaku tentu bukan hanya lima orang yang kita proses saja karena ada nama fakta yang muncul di sidang," ujar Febri.
Pada 29 September lalu, majelis hakim praperadilan mengabulkan sebagian permohonan Setya Novanto terkait dengan status tersangka dugaan korupsi e-KTP. Hakim tunggal Cepi Iskandar yang memimpin sidang itu memutuskan penetapan tersangka Novanto tidak sah.
Dalam putusannya, hakim menilai penetapan Novanto sebagai tersangka tidak didasarkan pada prosedur dan tata cara ketentuan UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KUHAP, dan prosedur operasi standar KPK.
Putusan hakim itu sempat menuai pro dan kontra, bahkan hakim Cepi diadukan ke Komisi Yudisial dengan dugaan pelanggaran etik. KPK ketika itu menegaskan akan menyiapkan sprindik baru.
Kemarin, KPK memanggil Novanto untuk diperiksa dengan status sebagai saksi. Namun, Novanto tidak hadir dengan alasan panggilan terhadap dirinya harus dengan izin tertulis dari Presiden RI.
Kuasa Hukum Setya Novanto, Friedrich Yunadi, menganggap Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk kliennya yang beredar di kalangan wartawan itu hoax. Sebab, selain surat itu tidak pernah diterimanya.
"Itu beritanya hoaks. Tidak benar itu. Kita belum pernah terima, belum pernah," kata dia.
Friedrich juga menyebutkan, penjelasan Febri kemarin adalah pernyataan yang mewakili KPK secara kelembagaan. Sehingga, apa yang dilontarkan juru bicara KPK itu, menjadi acuan bagi kuasa hukum Novanto bahwa memang tidak ada SPDP yang ditujukan untuk kliennya.
"Iya (hoax). Dan apalagi KPK sudah menyatakan bahwa KPK tidak pernah membuat SPDP kan. Juru bicaranya kan kemarin sudah mengatakan bahwa KPK belum menerbitkan SPDP. Berarti (SPDP) yang beredar ini kan hoaks," kata dia. (kuy)