Simpang Jalan PDI Perjuangan di Surabaya
PDI Perjuangan sedang dalam persimpangan jalan di Surabaya. Sampai dengan 5 minggu jelang pendaftaran calon peserta pemilihan kepala daerah, belum jelas siapa calon yang akan diusungnya.
Sempat beredar nama Wisnu Sakti Buana yang akan dapat penugasan. Namun, ternyata sampai kini masih penuh dengan misteri. Apakah Wakil Walikota Surabaya dua periode ini jadi diusung atau tidak?
PDI Perjuangan merupakan basis di kota pahlawan. Meski setiap pemilu maksimal hanya memperoleh 32 persen suara. Namun, soliditas partai ini yang membuat selalu memenangkan pertarungan dalam pilkada.
Nah akankah partai berlambang kepala banteng moncong putih ini bisa memegang rekor berkuasa di Surabaya tiga kali berturut-turut paska reformasi? Rasanya sangat menarik untuk dicermati.
Bahwa sampai detik ini, PDI Perjuangan belum mengumumkan calonnya di Surabaya sebetulnya tidak masalah. Sebab, partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini mampu mengusung pasangan sendiri. Tanpa harus koalisi dengan partai lain.
Sementara partai lain sudah diborong satu calon. Dia adalah Mantan Kapolda Jawa Timur yang asli arek Surabaya: Mahfudz Arifin. Tentu ini tantangan yang sangat berat bagi partai pemenang pemilu 2019 ini.
Mampukah ia memperluas area dukungan untuk calonnya kelak untuk mempertahankan rekor kemenangan? Atau kali ini ia harus rela menangguk kekalahan dalam pertarungan memperebutkan orang nomor satu di Surabaya?
Ada dua tantangan luar dalam yang harus dihadapi PDI Perjuangan untuk memenangkan pertarungan. Internal dan eksternal. Soliditas di dalam partai dan dinamika sosial politik di negeri ini.
Sebetulnya sudah sejak lama Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri tentang calon walikota Surabaya. Jauh sebelum rame-rame pencalonan. Siapa orang yang digadang-gadang Presiden RI ke 5 ini?
Di Jawa Timur ada dua kepala daerah yang punya mandat penuh menentukan calon penggantinya. Yakni Kabupaten Banyuwangi dan Kota Surabaya. Bupati Azwar Anas dan Walikota Tri Risma Harini.
Mandat menentukan calon penggantinya ini sebagai reward atau hadiah kepada dua kepala daerah PDI Perjuangan ini. Hadiah untuk keberhasilannya dalam memimpin daerahnya.
"Untuk Banyuwangi dan Surabaya, calon walikota yang direkomendasi Mbak Mega tergantung usulan Azwar Anas dan Risma. Sandal jepit pun yang diusulkan keduanya akan diberi rekom," kata seseorang yang sangat dekat dengan DPP PDIP dan Mega.
Banyuwangi sudah pasti calon bupati pengganti Azwar Anas. Mengapa Surabaya belum juga diturunkan rekomendasi Cawali dan Cawawalinya? Apakah ini sebagai bagian strategi pemenangan atau persoalan internal yang belum tuntas?
Seperti diketahui banyak pihak, sampai sekarang PDI Perjuangan Surabaya terpecah menjadi tiga faksi. Yakni, faksi Risma, Faksi Bambang DH dan Faksi Wisnu Sakti Buana. Ketiga faksi ini belum berhasil dikonsolidasikan sampai kini.
Masing-masing faksi tersebut mempunyai jago sendiri-sendiri. Risma mengajukan "anak kesayangannya" Eric Cahyadi. Faksi Wisnu Sakti Buana mengusung dirinya sendiri. Faksi Bambang DH asal bukan calonnya Risma.
Belum turunnya rekomendasi dari DPP PDI Perjuangan bisa jadi karena Risma dianggap belum berhasil mengkonsolodasikan faksi-faksi tersebut. Sementara jagonya Eric Cahyadi konon dianggap mandeg elektabilitasnya.
Situasi internal inilah yang memposisikan PDI Perjuangan kini disimpang jalan. Bisakah mereka bersatu dalam menghadapi Pilwali kini. Mampukah Risma menjadi king maker di Surabaya dengan modal keberhasilannya selama dua periode menjadi walikota?
Sementara itu, partai-partai lain di luar PDI Perjuangan sudah menyatu dengan mengusung satu kandidat Mahfud Arifin. Koalisi partai ini memungkinkan hanya akan ada dua pasangan yang bertarung dalam pilkada kali ini.
Jelas, peta pertarugan pilwali seperti ini sangat tidak menguntungkan PDI Perjuangan. Dalam kondisi sangat solid saja, mereka harus berjuang keras untuk memenangkan kadernya. Apalagi kalau tidak solid.
Kalau menilik hasil pemili legislatif, PDIP hanya mendapatkan sekitar 30 persen suara. Kalau ditambah endorsment Risma, maksimal hanya akan menyumbang 10 persen. Masih kurang untuk bisa menang jika calon hanya dua pasangan.
Kekuatan Risma dalam mengendorse calon lain juga belum teruji. Saat pemilihan Gubernur Jatim lalu, ia gagal ikut mendulang suara untuk calon yang diusung PDI Perjuangan. Kekalahan telak di Surabaya, merupakan indikasi bahwa dia hanya kuat untuk dirinya. Bukan untuk orang lain.
Karena itu, diperlukan figur kuat yang mampu mendongkrak suara di luar basis tradisional PDI Perjuangan. Mungkinkah Wisnu, Eric atau kader PDI Perjuangan yang lain bisa mengemban tugas menggaet suara di luar basisnya?
Sedangkan pesaingnya, selain mantan Kapolda Jatim juga dianggap berjasa dalam pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amien di Jatim. Dengan demikian masih ada irisan dengan PDI Perjuangan sebagai partai penguasa di tingkat nasional.
Akankah kepemimpinan PDI Perjuangan di balaikota Surabaya akan berakhir dalam Pilwali kali ini? Tampaknya inilah masa persimpangan jalan bagi partai ini. Apakah akan habis-habisan memenangkan Pilwali atau sekadar ikut hanya untuk konsolidasi partai.