Silaturahmi Nasi Goreng ala Gus Dur-Megawati
PERBEDAAN tidaklah dilarang. Yang dilarang adalah memutuskan tali persaudaraan. Itulah yang bisa kita pahami dari para tokoh negeri ini.
KH Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, bersahabat ketika bersama-sama di bawah tekanan Orde Baru. Ketika reformasi, keduanya saling berpasangan sebagai Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilu 1999. Namun, kedua tokoh ini pun pernah berpisah karena perbedaan pandangan dalam berpolitik.
Gus Dur, panggilan akrab Presiden ke-4 ini, tidak menjabat penuh lima tahun. Lalu digantikan Megawati sebagai Presiden ke-5. Di sinilah, hubungan persahabatan itu terganggu. Ya, pada 21 Juli 2001, Gus Dur dilengserkan MPR dan Megawati naik jabatan sebagai Presiden.
"Saya dengan Gus Dur itu sempat berantem. Tapi, ya, biasanya kalau saya berantem dengan beliau, terus saya enggak mau ketemu," kata Megawati.
Namun, pertengkaran antara Megawati dan Gus Dur biasanya tidak berlangsung lama. Gus Dur selalu berinisiatif untuk mengajak berdamai. "Saya tahu pasti nanti pasti saya menang," kata Megawati.
Ketua Umum DPP PDI-P ini mengungkapkan, biasanya Gus Dur selalu datang ke rumahnya tiap kali mereka sedang marahan. Setelah sampai di depan rumah Megawati, baru-lah Gus Dur memberi kabar.
Megawati pun tidak bisa menolak kedatangan Gus Dur. Gus Dur pun telpon Megawati. “Mbak, lagi apa?” Tanya Gus Dur.
“Di rumah mas,” jawab Megawati.
“Bikinkan saya nasi goreng ya. Saya sudah di depan pintu rumah”.
Megawati pun terkejut. Ya, begitulah bila kedua berbaikan, dengan saling bersilaturahmi. “Lha, saya terpaksa toh bikin nasi goreng," kata Megawati.
Begitulah kisah Megawati. Kontan saja, mendapat sambutan dari peserta Halaqah Nasional Ulama se-Indonesia di Jakarta, Kamis (13/7/2017). Begitulah, gaya perdamaian para elite politik kita. (adi)