Silaturahim ke Buya Syafii, Pelukan Gus Mus Ini Mendebarkan
Sekali berenang tiga-empat pulau terlampaui. Tapi bukan demikian ketika KH A Mustofa Bisri berkesempatan hadir di Yogyakarta. Ia menyempatkan bersilaturahim dengan sesepuh Muhammadiyah, Prof Syafii Maarif di Masjid Nogotirto, dalam serangkaian kunjungannya di kota pusat kebudayaan Jawa itu.
"Jumat Berkah: Sowan Tokoh Panutan Bangsa. Cendekiawan, jernih, jujur, berani, sederhanadan merdeka. Buya Syafii Maarif".
Demikian Gus Mus, panggilan akrab Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang ini, setelah Jumatan 28 Desember 2018, di akun facebook-nya.
Gus Mus sedari waktu sebelumnya memang berada di Yogyakarta. Sehabis melakukan takziah dan melepas jenazah KH Munawir Abdul Fattah, Pengasuh Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. Gus Mus pun melakukan silaturahim ke rumah dr.Alim, yang tinggalnya sekampung dengan Buya Syafii Maarif. Sang dokter ini berjanji mengantarkannya ke rumah Buya Syafii.
"Jumat Berkah: Sowan Tokoh Panutan Bangsa. Cendekiawan, jernih, jujur, berani, sederhanadan merdeka. Buya Syafii Maarif". kata Gus MUs.
"Begitu selesai Jumatan -- di Mesjid Nogotirto dekat rumah dr. Alim -- dan baru saja selesai wiridan, Buya menghampiriku dan memeukku erat-erat. Kami berpelukan cukup lama, melepas rindu," tulis Gus Mus.
Tak cukup ketemu di masjid saat Jumatan, Gus Mus melanjutkan agenda silaturahim yang telah diprogramnya.
"Setelah mengambil anak-cucuku yang menunggu di rumah dr. Alim, kami pun beramai-ramai sowan Tokoh yang sangat kami hormati dan kagumi ini".
Momentum Indah
Momen pertemuan kedua tokoh Islam Indonesia tersebut, menjadi catatan tersendiri bagi Alim. Sang dokter ini pun mencatat hal itu sebagai "Bahasa Tanpa Kata" ketika keduanya saling berangkulan: pertanda persahabatan yang tulis dalam iman dan Islam, sertai Keindonesiaan.
Berikut catatan yang dilansir di akun facebook Alim:
BAHASA TANPA KATA
Selesai dzikir sebentar bakda shalat Jumat, segera saya hampiri Buya di sisi utara dalam masjid. Memberanikan diri mengganggu dzikir Buya, saya salim lalu bilang, “Buya, Gus Mus di sana.” sambil saya tunjuk tempat duduk Gus Mus.
Tampak senyum cerah di wajah Buya menatap ke arah seseorang berambut putih, berpeci dan berbaju hitam yang tengah duduk bersila di seberang sana.
“Saya ke sana”, kata Buya, lalu meneruskan dzikir sebentar. Saya duluan ke sisi selatan masjid, mendekat ke Gus Mus.
Duduk di belakang kiri Gus Mus yang sedang wirid, saya tengok ke arah Buya. Ternyata Buya menyusul saya tidak terlalu jauh. Tepat sekali Gus Mus selesai wirid, saya bisikkan, “Abah, Buya ke sini”.
Gus Mus menengok, tersenyum gembira dengan mata berbinar-binar, lalu berdiri menyambut Buya.
Di depan mata saya, bertemulah dua tokoh besar bangsa ini dengan wajah haru..
Keduanya berucap lirih tapi mantab, “Assalaamu’alaikum”, langsung berpelukan erat-erat... seakan tak ingin lepas. Lamaaaa sekali.
Saya rasakan, ada dialog batin antara keduanya dalam pelukan dan mimik haru itu. Tentang kerinduan yang dalam, tentang kegelisahan, tentang nasib bangsa ini, tentang kebahagiaan, tentang Tuhan....
Demikianlah, momentum indah, peristiwa kemanusiaan yang tulis dalam menyaksikan Indonesia yang sedang mereka prihatinkan ini. (adi)