Silat Hukum Yasin Limpo
Oleh: Djono W. Oesman
KPK merilis, tarif pemerasan Syahrul Yasin Limpo ke anak buahnya USD 4.000 sampai 10.000 rutin tiap bulan, tunai, sumbernya anggaran Kementerian Pertanian yang di-mark-up. Juga minta uang ke vendor penggarap proyek Kementan. Syahrul sudah ditangkap KPK.
—----------
PENGUMUMAN disampaikan di konferensi pers oleh Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu 11 Oktober 2023 malam. Dikatakan begini:
"Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi, sekaligus orang kepercayaan dari SYL dilakukan secara rutin, tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing."
SYL adalah Syahrul Yasin Limpo yang saat itu menjabat Menteri Pertanian. KS adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono. MH adalah Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Kementan, Muhammad Hatta. Mereka sudah jadi tersangka korupsi.
Johanis: “Sumber uang berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di-markup, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di kementerian tersebut.”
Dilanjut: "SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekretaris di masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan oleh SYL dengan kisaran besaran mulai dari USD 4.000 (setara Rp 62,8 juta) hingga USD 10.000 (setara Rp157 juta)."
Johanis Tanak menyebut kata ‘setoran rutin setiap bulan’, tanpa disertai kurun waktu. Apakah sejak Syahrul menjabat menteri pertanian, 2019 atau sejak kapan. Karena pihak KPK terus mengusut lebih lanjut.
Yang pasti, menurut Johanis Tanak, hasil dugaan pemerasan itu untuk sementara ini yang datanya sudah dipegang KPK, adalah Rp 13,9 miliar, sudah diterima Syahrul melalui Kasdi dan Hatta selaku tukang pungut uang pemerasan.
Dilanjut: “Itu tidak termasuk uang yang sudah disita KPK untuk negara dari rumah dinas SYL senilai Rp30 miliar dalam pecahan mata uang asing.”
Uang sitaan dari rumah Syahrul, dijelaskan Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, bahwa uang Rp 30 miliar itu disita saat tim KPK menggeledah rumah dinas Syahrul di Kompleks Widya Chandra V No. 28, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 28 September lalu, ditemukan Rp30 miliar yang terdiri dari pecahan mata uang rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura. Uang itu ditemukan dalam banyak amplop.
Tim KPK juga menggeledah dan menemukan uang Rp400 juta di rumah Hatta, di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu 1 Oktober 2023.
Dari penjelasan Johanis di atas, bisa dijabarkan, bahwa Syahrul tersangka utama memerintahkan pemerasan dua anak buahnya, Kasdi dan Hatta. Hasil pemerasan disetorkan ke Syahrul. Tapi, Kasdi dan Hatta pun memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan uang pemerasan itu.
Uniknya, setoran rutin bulanan itu dalam bentuk mata uang asing, bukan rupiah. Padahal, seperti kata Johanis, sumber uang berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di-markup. Ini kan dalam mata uang rupiah.
Uang hasil pemerasan itu, dijelaskan Johanis, digunakan untuk keperluan hidup Syahrul dan keluarga. Jelasnya dikatakan Johanis begini:
“Penggunaan uang oleh Syahrul, yang juga diketahui Kasdi dan Hatta, antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik Syahrul, selain untuk keperluan keluarga.”
Kalimat Johanis ‘juga diketahui Kasdi dan Hatta’, menandakan ketika Kasdi dan Hatta diperiksa KPK secara terpisah pada Selasa, 10 Oktober 2023, mereka menceritakan hal itu. Terpaksa menyanyi.
Seperti diberitakan, Kasdi diperiksa KPK di Gedung KPK Jakarta, Selasa, 10 Oktober 2023 selama 11 jam. Selesai pemeriksaan pukul 20.31 WIB.
Seusai diperiksa, Kasdi ditanya puluhan wartawan yang menunggu di sana, apa saja yang dilakukan KPK terhadap Kasdi? Dijawab Kasdi: "Ada 17 pertanyaan. Silakan tanya ke KPK.”
Begitu juga Hatta sudah diperiksa KPK. Dari pemeriksaan itulah mereka mengaku kepada pemeriksa, bahwa uang hasil pemerasan digunakan Syahrul, seperti dijelaskan Johanis di atas.
Penjelasan KPK di atas sudah cukup detil, untuk ukuran penyidikan perkara korupsi yang sedang berlangsung. Berdasar prosedur hukum (KUHAP) tentu KPK punya minimal dua alat bukti permulaan yang kuat. Mustahil main-main.
Itu sebab, Ketua KPK, Firli Bahuri dalam perkara ini dengan kalimat berani, menyatakan: “Kami insan KPK siap berkorban jiwa raga, bahkan nyawa. Demi membersihkan korupsi di Indonesia.”
Syahrul, Kasdi dan Hatta disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Syahrul mestinya diperiksa KPK pada Rabu, 11 Oktober 2023, tapi ia tidak datang. Meski begitu, ia memberi pemberitahuan melalui surat ke KPK tentang alasan tidak bisa menghadiri pemeriksaan.
Alasannya ada dua: Karena mertua sakit. Juga karena ibunda Syahrul sakit, sehingga ia harus pulang ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Kamis, 12 Oktober 2023 pagi Syahrul sudah balik lagi ke Jakarta, dan menyatakan siap kooperatif.
Syahrul dalam keterangan yang dibagikan tim pengacaranya kepada wartawan, Kamis 12 Oktober lalu, menyatakan: "Saya berharap perkara ini murni perkara hukum bukan seperti mencari-cari kesalahan saja.”
Sedangkan, perlawanan Syahrul ada dua jalur:
1) Melaporkan Ketua KPK, Firli Bahuri ke Polda Metro Jaya bahwa ia diperas 1 miliar Dolar Singapura (sekitar Rp 11,49 triliun).
2) Ia melalui kuasa hukum mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Perlawanan hukum Syahrul tergolong dahsyat. Gerak silat hukum yang cepat.
Sampai Kamis, 12 Oktober 2023 ia belum sempat diperiksa KPK (karena rencana ia diperiksa Rabu, 11 Oktober 2023 tidak hadir), tapi dua jurus perlawanan Syahrul itu berlangsung kilat.
Perkara dugaan pemerasan Firli terhadap Syahrul sudah diproses di Polda Metro Jaya. Berkejaran waktu dengan gugatan praperadilan yang segera disidangkan.
Pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, kepada wartawan, Kamis, 12 Oktober 2023, mengatakan, gugatan praperadilan Syahrul didaftarkan Rabu, 11 Oktober 2023 dan sidangnya akan digelar Senin, 30 Oktober 2023.
Coba, KPK mengumumkan Syahrul tersangka korupsi Rabu, 11 Oktober 2023 malam hari. Di hari itu, siangnya, Syahrul sudah mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Isi gugatan praperadilan, bahwa Syahrul tidak terima ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Djuyamto: “Gugatan praperadilan nomor register 114/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL: Sah atau tidaknya penetapan tersangka. Pemohon: Syahrul Yasin Limpo. Termohon: Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia.”
Hakim yang akan mengadili gugatan praperadilan itu pun sudah ditetapkan pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Djuyamto: “Yang akan mengadili gugatan praperadilan nanti hakim tunggal, Alimin Ribut Sujono.”
Kecepatan gerak hukum Syahrul, dibalas gerak cepat KPK pula. Kamis, 12 Oktober 2023 pukul 19.21 WIB Syahrul ditangkap KPK. Di sebuah apartemen di Jakarta Selatan. Langsung, ia dibawa ke Gedung KPK.
Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Kamis 12 Oktober lalu tengah malam, mengatakan:
"Saat ini SYL sudah tiba di Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan, oleh tim penyidik KPK."
Ditanya alasan penangkapan, Ali menjawab:
"Ketika melakukan penangkapan terhadap tersangka, ada alasan sesuai dengan hukum acara pidana. Misalnya, khawatir melarikan diri, juga mungkin bisa menghilangkan bukti-bukti hukum."
Akhirnya: "Kami sudah memberikan ruang, waktu buat tersangka untuk hadir di gedung KPK (Rabu, 11 Oktober 2023) tapi dengan alasan yang sudah disampaikan, tentu kami menghargai itu."
Perkara dengan tersangka Syahrul Yasin Limpo, seru. Tidak seperti koruptor menteri yang ditangani KPK selama ini. Kalau para menteri (kini eks menteri) yang ditangani KPK sebelumnya, tidak melawan. Mereka disidik, diadili, divonis hukuman, masuk penjara, menjalani hukuman. Kali ini beda.
Pastinya, publik sangat penasaran, bagaimana proses perkara ini? Benarkah Syahrul memeras anak buahnya, seperti kata KPK? Benarkah ia diperas Ketua KPK, seperti laporan ke Polda Metro Jaya? Ini soal dugaan peras-memeras. Sangat panas.
(*) Penulis adalah wartawan senior.