Silang Argumen Anggota DPRD Surabaya Masalah PPKM Jawa-Bali
Kebijakan penerapan PPKM Jawa-Bali yang akan diberlakukan mulai besok, Senin 11 Januari 2021 mendapat tanggapan beragam dari anggota DPRD kota Surabaya.
Anggota dewan di Yos Sudarso saling silang argumen terkait PPKM Jawa-Bali. Banyak yang mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut, namun tak sedikit pula yang menolak dan mengkritik kebijakan pemerintah pusat terkait penanganan pandemi itu.
Wakil ketua Fraksi PKB DPRD Kota Surabaya, Mahfudz misalnya, ia menilai penerapan PPKM itu sangat memberatkan kota-kota yang diwajibkan untuk memberlakukan pembatasan kegiatan, termasuk Surabaya.
Ia menilai, khususnya Surabaya sudah mulai bangkit dalam hal ekonomi. Begitu pula terkait dengan aspek kesehatan, Mahfudz menilai bahwa kasus Covid-19 di Kota Surabaya sudah mulai menurun kurvanya. Tak seperti beberapa saat lalu, yang naik secara drastis.
“Jelas, kebijakan pembatasan kegiatan itu akan melumpuhkan sektor ekonomi. Warga itu kan inginnya masuk tahun baru, ya ekonomi baru kembali bangkit. Eh tiba-tiba diterpa dengan PPKM Jawa-Bali ini,” kata Mahfudz.
Selain mempertimbangkan aspek ekonomi, Mahfudz juga melihat adanya gaya sentralistik baru yang kembali diterapkan oleh pemerintah pusat. Padahal menurutnya, PSBB itu bisa diterapkan sendiri oleh para pemerintah daerah, dengan gaya dan caranya masing-masing.
Apalagi, saat ini Indonesia sudah menerapkan otonomi daerah, sehingga tak perlu lagi adanya perintah satu suara dari pusat untuk daerah secara rinci.
“Biarkan daerah menggunakan caranya sendiri. Bagi saya, Surabaya tak pelu menerapkan PSBB itu, apalagi kan di Perwali Surabaya itu sudah ada penegakan protokol kesehatan yang sangat ketat, itu saja dilakukan. Yang terpenting kan prokesnya, kalau masalah ekonomi kita harus peduli dan melihat kondisi masyarakat,” katanya.
Namun kritik Mahfudz disanggah oleh kawan sekoleganya di Komisi B DPRD Surabaya, John Thamrun. Pria yang akrab disapa JT ini menilai penerapan kebijakan PPKM Jawa-Bali oleh pemerintah pusat sudah sangat tepat. Apalagi kebijakan itu perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19, khususnya di Surabaya.
Ia mengatakan, jika terkait masalah ekonomi barulah Pemkot Surabaya bertindak untuk mencari jalan keluar atas kebijakan itu. Seperti halnya mengeluarkan aturan agar para pengusaha bisa menerapkan protokol kesehatan, sehingga usahanya tak perlu tutup atau melakukan work from home.
John menjelaskan, Pemkot Surabaya perlu verifikasi ini untuk melihat lokasi-lokasi usaha yang nantinya bisa diterbitkan sertifikasi. Sertifikasi ini, kata John, bisa berupa surat keterangan maupun berbentuk pengesahan lain, yang menjadi tanggung jawab dinas atau lembaga terkait yang ditunjuk oleh pemerintah.
Ia mencontohkan, beberapa lokasi usaha di Surabaya telah menetapkan protokol kesehatan (Prokes). "Artinya pengusaha ini sudah patuh kan sebenarnya. Cuma ini harus diperketat lagi, agar ekonomi tak berdampak," katanya.
Menurutnya, penerbitan sertifikasi harus betul-betul sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan, IDI, maupun standar WHO.
"Ini kan jadi solusi. Supaya ekonomi tidak kembali terpuruk, dan masih bisa berputar kembali," ungkap JT.