Silabus Sepak Bola Jatim, 10 Tahun Lagi Bisa Dirasakan Hasilnya
Kongres Biasa PSSI Jatim 2023 yang berlangsung pada Rabu, 14 Juni 2023 di Hotel Sheraton Surabaya menghasilkan sejumlah program kerja, di mana salah satunya penerapan kurikulum dan silabus sepak bola Jawa Timur.
Rancangan pembelajaran dan penilaian sepak bola di semua level yang disusun oleh Direktur Teknik Asprov PSSI Jatim, Joko Susilo, ini bertujuan membangun filosofi dan karakteristik sepak bola di Jatim yang selama ini tak mempunyai arah yang jelas.
“Karena kita melihat kebutuhan pembinaan sepak bola di akar rumput selama ini tidak memiliki arah yang jelas, maka kurikulum itulah yang ingin kita berikan. Jadi bisa dibilang ini kurikulum praktis yang akan menjadi panduan proses pembinaan,” tutur Joko.
Jika penyusunan silabus ini selesai disusun dan disebarkan ke seluruh daerah, PSSI Jatim akan menjadi asosiasi provinsi sepak bola yang pertama memiliki dan menerapkan kurikulum seperti ini di Indonesia.
“Di dalam kurikulum itu mencakup pembinaan sepak bola usia dini sampai junior (U-17). Sebetulnya juga ada pelajaran untuk seniornya. Jadi kurikulum itu lengkap untuk seluruh level sepak bola,” tutur Joko.
Dalam silabus tersebut juga terdapat penekanan khusus pada gaya permainan sepak bola Jatim, “Penekanannya soal bagaimana style atau gaya permainan, serta filosofi sepak bola Jatim, yang nantinya akan berbeda dengan daerah lain,” ujar legenda hidup Arema ini.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa gaya permainan yang dimasukkan dalam silabus tersebut adalah permainan proaktif untuk menguasai bola. “Karena tim-tim juara itu kebanyakan mengusung style bermain seperti ini, meski ada juga tim juara dengan gaya permainan reaktif, tapi tidak banyak,” jelas Joko Gethuk, panggilan Joko Susilo.
Kurikulum tersebut juga mengusung prinsip yang sesuai dengan slogan yang diberi nama CERDAS: singkatan dari cepat, efektif, respect (pada semuanya), dominan, agresif dan sport science. Jadi slogan itu sudah mencakup bukan hanya fisik dan teknik, tapi juga memaksimalkan teknologi untuk memaksimalkan kemampuan pemain.
“Di kurikulum tadi pendidikan pertama ada attitude, sikap dan perilaku pemain, serta akhlak. Berikutnya baru pelajaran sepak bola. Pelajaran ini lebih pada membentuk membangun mentalitas dan karakter pemain yang baik. Sehingga pemain-pemain Jatim bukan hanya bagus dalam bermain sepak bola, tapi juga perilakunya,” jelas pelatih asal Malang tersebut.
Joko menyebutkan, dampak nyata dari penerapan kurikulum tersebut secara normal diperkirakan terjadi pada 10 tahun sejak diterapkan. Namun jika dijalankan secara serius dan berkesinambungan, bisa jadi mulai bisa dirasakan hasilnya dalam kurun waktu tujuh sampai delapan tahun.
“Secara teori 10 ribu jam atau 10 tahun. Tapi kalau maksimal, estimasinya bisa lebih cepat. Tergantung keseriusan kita mengaplikasikan kurikulum ini,” katanya.
Mantan pelatih Persik Kediri ini optimistis, jika dijalankan dengan sungguh-sungguh, sepak bola Indonesia bisa mengejar ketertinggalan dari sepak bola dunia. Hanya saja, menurut Gethuk, yang menjadi persoalan adalah keberadaan infrastruktur yang representatif.
“Nah ini tergantung pada pemerintah dalam menyediakan fasilitas yang terbaik. Karena saat ini mereka yang memiliki infrastruktur. Sebab, dari sisi SDM, sebetulnya pemain-pemain Indonesia punya kemampuan untuk tampil baik seperti pemain dari negara-negara lain,” tutur Joko.