Sikap Politik Kanjeng Rasul, Ini Penjelasan Prof Quraish Shihab
Jakarta: Pendiri Pusat Studi Al-Quran, KH Quraish Shihab, menyampaikan tiga hal penting dalam perbincangan yang berlangsung selama 45 menit. Dalam berpolitik, Nabi berdasar pada musyawarah.
“Dalam berpolitik perlu ada musyawarah sehingga hasil permusyawaratan itulah yang dilaksanakan,” jelasnya.
Mantan Menteri Agama era Kabinet Pembangunan VII itu mencontohkan sebuah peristiwa saat Perang Uhud. Nabi meminta untuk tetap tinggal di kota. Tetapi mayoritas sahabat menghendaki keluar. Nabi pun mengikuti pendapat tersebut.
“Kesalahan yang terjadi akibat pendapat seseorang itu jauh lebih besar daripada kesalahan yang disepakati oleh banyak orang,” ia melanjutkan.
Selain itu, Nabi juga mendasari sikap-sikap politiknya pada kemaslahatan umum.
“Nabi dalam berpolitik selalu mencari apa yang menjadi kemaslahatan umum,” ujarnya.
Hal tersebut memungkinkan Nabi untuk mengorbankan kemaslahatan sebagian. “Sehingga bisa jadi mengorbankan kemasalahatan sebagian demi kemaslaahtan umum,” katanya.
M Quraish Shihab mengungkapkan hal itu, dalam acara “Politik itu candu”. Begitulah tema yang diangkat pada siaran langsung Shihab n Shihab pada Rabu (25/10/2017) malam melalui akun Facebook, Youtube, dan Instagram Najwa Shihab.
Prinsip politik Nabi Muhammad SAW kedua adalah persatuan. Demi terwujudnya hal tersebut, Nabi sukarela berkorban secara lahiriah.
“Yang kedua, selalu mengarah kepada upaya mempersatukan apa yang terserak,” kata Quraish Shihab.
Pakar tafsir Al-Quran itu mencontohkan pengorbanan Nabi pada Perjanjian Hudaibiyah.
“Kalau perlu berkorban secara lahiriah, itu kita lihat misalnya sewaktu Perjanjian Hudaibiyah,” ungkapnya.
Saat itu, Sayyidina Umar menolak dengan adanya penghapusan tujuh kata pada naskah perjanjian tersebut. Tetapi, Nabi menerimanya dengan lapang dada.
Hal ini, menurut Abi, panggilan Najwa kepada ayahnya, menjadi inspirasi para pejuang kemerdekaan Indonesia untuk menghapus tujuh kata pada sila pertama Pancasila.
“Ini bisa jadi yang menginspirasi tokoh-tokoh nasional kita yang menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta,” ujarnya.
“Itu tadi, kita mau cari kesepakatan bersama walaupun dengan mengalah atau Mundur selangkah demi mencapai tujuan yang lebih besar,” terang penulis Tafsir Al-Mishbah mengungkap alasannya.
“Jadi selalu mengutamakan kesatuan dan persatuan?” Nana meminta konfirmasi.
“Selalu mengutamakan kesatuan dan persatuan,” jawab KH Quraish Shihab.
Meskipun begitu, dalam melakukan tindakan-tindakan politik, kita tidak mesti harus persis mengikuti apa yang dilakukan oleh Nabi.
“Kita jangan berkata itu (tindakan Nabi dalam berpolitik) harus diikuti karena situasi berbeda,” ungkapnya.
Pada siaran tersebut, Najwa Shihab juga menampilkan beberapa video kiriman rekan-rekannya yang berkiprah menjadi politikus; antara lain Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, Wakil Ketua Komisi I Meutya Hafid; Gubernur Jambi Zumi Zola; Bupati Trenggalek Emil Dardak; Vokalis grup band Nidji Giring yang kini menjadi politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Mereka menyampaikan pendapat masing-masing mengenai tema yang diangkat dan alasan mereka terjun ke dunia politik. (adi)