Sikap Mental Para Nabi, Sabar dan Ksatria
Ketika seorang mukmin merasa telah melakukan kesalahan, segeralah ia bertobat. Hal itu justru lebih baik dan sebagaimana diajarkan para Nabi.
Dr. KH. Kharisudin Aqib, M. Ag., Pengasuh Pesantren Terpadu Daru Ulil Albab (The Prophetic Entrepreneur Education) memberikan penafsiran akan akhlak tasawuf Al-Quran dalam Surat Ali 'Imron 147.
Surat Ali 'Imron 147:
وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Artinya:
Dan tidak ada perkataan mereka (para nabi dan pengikutnya), ketika tertimpa kekalahan, kecuali mereka berkata 'ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan kecerobohan kami dalam urusan kami ini, dan kokohkanlah kaki-kaki kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir".
Takwil,
Ayat tersebut mengisyaratkan agar kita:
1. Bersikap kesatria dalam menerima keterpurukan, dengan memohon ampunan kepada Allah SWT. Karena kita telah mengecewakan Allah, karena kita suka melakukan kesalahan dan ceroboh dalam mengerjakan tugas. Tidak malah menyandarkan kekalahan dan keterpurukan kepada Allah SWT.
2. Mengetahui, bahwa bahwa sikap mental para nabi dan pengikutnya adalah sabar dan sangat ksatria.
3. Memahami dan menghayati betapa pentingnya menjaga sikap mental kesatria dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim. Tidak menyalahkan orang lain, juga Allah atas keterpurukan kita, tetapi mengakui bahwa itu adalah kesalahan dan kecerobohan diri kita sendiri.
Wallahu a'lam Bis Shawab