Sikap Ekstrem Disebabkan Kurang Ilmu, Kata Quraish Shihab
“Al-Azhar itu mengedepankan wasatiyah. Kita harus menghormati semua pendapat. Walaupun, pendapat itu tidak dapat disetujui. Wong Tuhan saja memberi kebebasan. Fa Man Syā’a Fal Yu’min. Wa Man Syā’a Fal Yakfur. Siapa pun yang mengucapkan dua kalimat syahadat, maka dia Muslim, meskipun tidak salat. Saya ditanya tentang ISIS. Saya menjawab, ISIS Muslim, tetapi dia Muslim yang durhaka,” tutur Prof M Quraish Shihab, pakar Tafsir Al-Quran.
Direktur Pusat Studi Al-Quran (PSQ) itu juga memaparkan, di Pusat Studi Al-Quran, semua pendapat kita terima. Tapi, kita punya pendapat yang kita anut. Pendapat yang kita anut itu adalah pendapat Ahlussunnah wal Jamaah. Tetapi kita tidak kafirkan Wahabi, walaupun kita tidak setuju. Kita tidak kafirkan Syiah, walaupun kita tidak setuju.
Wasatiyah adalah keberagamaan yang paling sulit. Anda yang ingin menganut dan mengamalkan paham ini, ada dua yang harus sangat diperhatikan, dan itu yang sangat menyulitkan. Yang pertama adalah ilmu. Dan yang kedua adalah kemampuan mengendalikan emosi.
Quraish Shihab memberikan sebuah ilustrasi. “Jika ada sejumlah orang, dan Anda mau mencari siapa yang berada di tengah, hal pertama yang harus Anda lakukan adalah mencari tahu berapa orang yang ada di sana, berapa yang bukan orang, dan berapa bayangannya. Anda harus tahu persis, itu orang yang harus dihitung, atau itu bayangannya.”
“Kenapa di mana-mana ada orang ekstrem?” lanjutnya dengan pertanyaan retorik. “Karena ilmunya kurang. Boleh jadi dia hanya mengira ada lima orang. Sehingga ia menunjuk tiga lah yang di tengah. Tapi kalau tujuh orang? Sudah salah jika tiga dikatakan yang di tengah. Karena itu Anda harus tahu.”
"Riwayat selain Al-Quran, hampir semuanya bisa diragukan kebenarannya. Orang-orang memercayai bahwa Hadis Mutawatir dijamin kebenarannya."
Pakar tafsir kebanggaan Indonesia tersebut mengatakan, penyebab utama kekerasan adalah karena keterbatasan ilmu.
“Dia pikir hanya ini pendapat. Dia hanya tahu yang ini. Padahal yang ini dan yang itu sama. Hanya redaksinya yang berbeda.”
“Saat ini banyak orang yang tidak memiliki keduanya. Tidak punya ilmu. Emosi semangatnya lebih hebat dari Nabi saw. Nabi dulu juga begitu semangatnya, tapi kemudian ditegur oleh Tuhan, La’allaka Bākhi’un Nafsaka An Lā Yakūnū Mu’minīn.”
“Didiklah diri Anda untuk paham, dan kendalikan emosi,” tegasnya lagi.
Nasihat lainnya yang diberikan Quraish pada para mahasiswa al-Azhar itu adalah, bahwa kita sudah tidak bisa lagi berpegang sepenuhnya dengan pendapat lama. Kita akan ketinggalan. Ada hal-hal baru yang perlu kita lihat.
Riwayat selain Al-Quran, hampir semuanya bisa diragukan kebenarannya. Orang-orang memercayai bahwa Hadis Mutawatir dijamin kebenarannya.
Tapi, Syekh Muhammad Abduh berkata, “Suatu berita yang menyenangkan, memiliki potensi banyak yang menceritakan. Sehingga, jika cerita menyenangkan itu diceritakan oleh banyak orang tetapi bohong, maka tidak harus kita menerimanya.”
Dalam hal ini, Muhammad Abduh memberi contoh Hadis Mutawatir tentang al-Kautsar, bahwa ia adalah telaga di surga.
Semua riwayat dapat diragukan, kecuali Al-Quran. Karena Al-Quran selain mutawatir, ia juga dijaga oleh Allah swt. dan dijamin kemurniannya.
“Apakah semua dalam Bukhari itu benar?”
Kembali Quraish bertanya dengan pertanyaan retorik. “Bahkan Imam Muslim memiliki kritik terhadap sahih Bukhari. Ada orang-orang yang dipakai oleh Imam Bukhari, tapi dianggap daif oleh Imam Muslim.”
Belajar. Berusaha objektif. Carilah pandangan yang bisa mempersatukan.
Sudah tidak bisa lagi Anda hidup dengan pemikiran-pemikiran masa lalu. Jangan lagi berbicara soal mayoritas dan minoritas. Karena mayoritas dan minoritas cenderung membeda-bedakan. Padahal kita semua sama dalam berkewarganegaraan.
“Semua bisa salah, semua bisa benar. Ada yang benar sebagian, sebagiannya salah. Bisa juga yang berbeda-beda itu benar semua. Tuhan tidak bertanya lima tambah lima berapa. Tapi, Tuhan bertanya sepuluh itu berapa tambah berapa,” kata M Quraish Shihab.
Sebelumnya, ulama dan pakar tafsir Al-Quran M Quraish Shihab, tampil kapasitasnya sebagai anggota Majelis Hukama’ Al-Islam atau Moslem Elders Councils di Abu Dhabi, belum lama ini. Ia bertemu Syaikh Al-Azhar Muhammad Tayeb dan Paus Fransiskus. (adi)
Advertisement