Sidoarjo Butuh Pemimpin yang Berpikir Metropolitan
Tahun depan, Sidoarjo menggelar pemilihan Bupati. Seperti apa kriteria kepala daerah yang diperlukan kabupaten yang berbatasan dengan Kota Surabaya ini? Apa saja tantangan yang dihadapi Sidoarjo ke depan?
Berikut percakapan ngopibareng.id derngan Wakil Walikota Surabaya (2005-2010) Arif Afandi. Pandangannya tentang Sidoarjo ini juga pernah diungkapkan dalam percakapaan dengan Jawa Pos.
Dalam Pemilihan Kepala Daerah serentak 2020 mendatang, Sidoarjo juga akan memilih kepala daerah baru? Seperti apa kriteria bupati yang dibutuhkan?
Menurut saya perlu pemimpin yang segar. Pemimpin yang punya visi ke depan dan kaya dengan berbagai terobosan. Pemimpin yang punya semangat untuk menyaingi kemajuan Surabaya.
Pemimpin yang tau mau dijadikan apa Sidoarjo. Bukan hanya nggelundung semprong alias tumbuh apa adanya tanpa arah jelas. Minimal menjadi kota penyangga Surabaya yang nyaman.
Diperlukan pemimpin yang punya akar religius yang kuat tapi punya pikiran maju ke depan. Orang yang punya ketrampilan manajerial dalam mendorong partisipasi warga untuk membangun daerahnya.
Menurut saya perlu seorang yang punya kapasitas menjadi CEO. Orang yang bisa membagi peran dan menggerakkan semua komponen di daerah untuk kemajuannya. Bukan sekadar administrator maupun politisi.
Rasanya butuh figur baru yang betul-betul segar dan muda. Juga yang punya akar kuat secara tradisional dengan warga Sidoarjo yang religius. Orang muda, religius, dan berpikir modern.
Apa yang dimaksud dengan orang yang berpikir modern di sini?
Maksudnya pemimpin yang punya wawasan metropolitan. Mempunyai pola berpikir kekotaan. Bukan berpikir kampungan dan tradisiona. Seseorang yang punya mindset untuk membangun Kabupaten Sidoarjo menjadi kota yang nyaman, punya tata kota yang bagus, mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk hidup disiplin, bersih dan sehat. Bisa membangun sistem tata kelola pemerintahan yang akuntabel dan melayani masyarakat dengan hati. Membangun kepemimpinan yang egalitarian, bukan feodalistik.
Sebagai warga Surabaya yang tinggalnya berdekatan dengan Sidoarjo, bagaimana Anda melihat perkembangan Sidoarjo selama ini?
Secara umum berkembang. Kawasan perumahan bertambah. Kawasan industri tumbuh. Pergudangan juga. Mall dan properti juga tumbuh dalam jumlah. Namun, perkembangan itu semua lebih merupakan hasil kinerja sektor swasta, bukan kinerja pemerintah.
Selebihnya tidak ada perkembangan yang signifikan. Kemajuan daerah itu kan bisa diukur dari pertumbuhan ekonominya, layanan dasar mulai dari kesehatan, pendidikan dan administrasi, dan infrastruktur fisiknya.
Di sektor atau bidang apa yang menurut Anda, Sidoarjo unggul dibandingkan dengan kota atau kabupaten lain?
Keunggulan utama adalah menjadi daerah penyangga Surabaya sebagai ibukota provinsi Jatim. Juga punya Bandara Internasional Juanda dan terminal nasional. Punya pantai yang luas.
Dengan berbagai keunggulan tersebut, seharusnya jauh lebih maju dari sekarang. Tidak hanya menjadi tempat tidur dan buang sampah warga. Sementara mereka bekerja, belanja, hang out, mencari hiburan dan kulineran di Surabaya.
Hampir semua kota yang punya bandara di dunia juga maju dan ndak kalah modern dengan kota yang disangganya. Misalnya Inchion di Korea Selatan, Changi di Singapura, termasuk Tangerang Banten yang ada Bandara Soekarno-Hatta.
Selain perkembangan, apa saja kekurangan Sidoarjo yang harus menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten?
Ada banyak yang harus jadi perhatian dan prioritas. Penataan kota, percepatan infrastuktur jalan untuk mengatasi kemacetan, kebersihan dan pengelolaan sampah serta banjir.
Coba rasakan saja. Kalau kita lewat perbatasan Surabaya-Sidoarjo, akan segera terasa njomplangnya. Kebersihannya, semrawutnya, dan penataan lingkungannya. Seperti habis dari kota metropolitan masuk ke perkampungan besar yang kurang terkelola.
Ini karena pertumbuhan infrastruktur pendukung kota tidak imbang dengan pertumbuhan penduduk. Itu bisa dirasakan jika kita lewat Jalan Ahmad Yani Surabaya terus masuk Waru. Atau dari raya Rungkut ke Tropodo. Juga Jalan Mas Trip ke Sepanjang.
Dulu, waktu saya jadi Wakil Walikota Surabaya sering ada koordinasi perencanaan dengan Sidoarjo. Saya maupun Walikota Pak Bambang DH sering berkomunikasi dengan Bupati Wien Hendarso juga sering koordinasi, baik formal maupun informal.
Menurut pandangan Anda sebagai orang yang berpengalaman dalam bidang pemerintahan, apa solusi mengatasi persoalan di kota delta pak?
Banyak hal yang bisa dilakukan. Apalagi dengan APBD hampir Rp 5 Triliun. Tapi yang utama melakukan terobosan agar infrastruktur yang menghubungkan Sidoarjo-Surabaya tak terasa njomplang.
Misalnya, menyelesaikan frontage roads dari Waru sampai Aloha. Mengatasi banjir yang setiap tahun jadi momok, dan manata ulang peruntukan ruang di Sidoarjo.
Jangan sampai Sidoarjo menjadi Bekasi dan Depok yang semrawut dan kurang nyaman menjadi tempat tinggal penyangga ibukota. Minimal jadilah seperti Tangerang Selatan yang kemajuannya hampir imbang dengan Jakarta Selatan.
Perlu juga mendorong sektor swasta membangun kota baru yang lebih modern. Sehingga orang yang turun di Juanda tidak harus mencari kenyamanan di Surabaya. Seperti Tangerang dengan Bumi Serpong Damai (BSD) dan sebagainya.