Sidang Unesco, Indonesia Suarakan Mitigasi Dampak Covid-19
Indonesia melalui Perwakilannya di UNESCO, menekankan pentingnya peran di bawah naungan PBB itu dalam memitigasi dampak COVID-19 terhadap sektor pendidikan, budaya, sains, komunikasi dan informasi.
"UNESCO juga harus dapat mengadaptasi metode kerjanya sehingga dapat bekerja secara lebih efektif dan produktif dengan tetap mempertahankan inklusivitas di masa krisis saat ini," kata Duta Besar Indonesia untuk Prancis merangkap Andorra, Monako dan UNESCO, Arrmanatha Nasir, dalam keterangan, Senin 15 Juni 2020.
Indonesia telah menjadi anggota UNESCO sejak 27 Mei 1950. Sebagai Badan Khusus PBB, UNESCO sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia terutama untuk menciptakan kepentingan nasional dalam menciptakan perdamaian dunia dan memajukan kepentingan umum melalui pembangunan dan kerjasama pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, serta komunikasi dan Informasi.
Indonesia saat ini menjabat dengan posisi strategis sebagai anggota Executive Board UNESCO periode 2017-2021. Executive Board merupakan organ yang menentukan agenda pembahasan General Conference, proses penerimaan anggota dan penentuan program UNESCO ke depannya.
Sebelumnya, Dubes RI di Perancis Arrmanatha Nasir menegaskan hal itu, dalam pertemuan daring 6th Special Session of Executive Board of UNESCO yang membahas dampak COVID-19 terhadap metode dan program kerja UNESCO, 8-09 Juni 2020.
Sikap RI
Terkait hal itu, Menteri Luar Negeri RI Retno L Marsudi mengatkaan, perlunya mendorong lebih banyak kerja sama internasional dalam rangka pengembangan dan produksi vaksin. Selain itu, perlu adanya kesetaraan semua negara di dunia untuk mendapatkan vaksin yang telah ditemukan dalam menghadapi pandemi Covid-19 saat ini.
"Kita perlu memastikan transfer of knowledge dari para produser vaksin kepada negara-negara untuk kelancaran peningkatan kapasitas produksi," kata Retno.
Menlu Retno Marsudi menyampaikan tiga hal utama terkait kolaborasi pengembangan vaksin. Pertama, perlunya menciptakan mekanisme yang adil berdasarkan kajian ilmiah dalam rangka penyaluran vaksin (apabila vaksin sudah ditemukan), terutama perhatian bagi negara-negara tertentu untuk dapat memperoleh kesetaraan akses terhadap vaksin. Demikian juga pertimbangan terhadap resiko penyebaran kembali virus, jika terdapat negara yang tidak memiliki jangkauan untuk vaksin.
Kedua, perlunya memastikan transfer of knowledge dari para produser vaksin kepada negara-negara untuk kelancaran peningkatan kapasitas produksi, termasuk penyesuaian aturan terdapat pada TRIPs (Trade Related Intellectual Property Rights) dan kebijakan hak paten terhadap tanggung jawab sosial.
“Diperlukan fleksibilitas dalam aturan kekayaan intelektual, termasuk pengaturan dalam TRIPs, untuk mendorong pengembangan vaksin yang terjangkau. Kebijakan hak paten harus mempertimbangkan tanggung jawab sosial, khususnya dalam situasi pandemi", tegas Menlu Retno.
Ketiga, perlunya mendorong lebih banyak kerja sama internasional dalam rangka pengembangan dan produksi vaksin.
Menlu Retno menyampaikan pentingnya sinergi di tingkat nasional dan internasional. “Politisasi terhadap vaksin harus dihindari", tegas Menlu Retno.
Menlu RI, Retno L.P Marsudi mengungkapkan hal itu kembali mengikuti saat pertemuan Ministerial Coordination Group on COVID-19 (MCGC) dengan tema “The Importance of Vaccine Development to Fight COVID-19 Pandemic”, 9 Juni 2020. Pertemuan dilaksanakan secara virtual conference dan dihadiri oleh Indonesia, Singapura, Filipina, Republik Korea, Australia, Kanada, Peru, dan Maroko.
Advertisement