Sidang Perdana Kasus Jalan Raya Gubeng Ambles Digelar
Sidang perdana kasus amblesnya Jalan Raya Gubeng dengan agenda pembacaan dakwaan digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin, 7 Oktober 2019. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim R Anton Widyopriyono.
Ada 6 terdakwa dalam perkara tersebut. Namun JPU memisah menjadi dua berkas. Terdakwa Budi Susilo, Rendro Widoyoko, dan Aris Priyanto dari PT Nusa Konstruksi Enjinering (NKE) menjadi satu berkas yang dakwaannya dibacakan Rachmat Hari Basuki.
Sementara, 3 terdakwa yakni Ruby Hidayat, Lawi Asmar Handrian dan Aditya Kurniawan Eko Yuwono dari PT Saputra Karya jadi satu berkas yang dakwaannnya dibacakan oleh Dini Ardhany.
"Para terdakwa melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja menghancurkan, membikin tak dapat dipakai atau merusak bangunan untuk lalu lintas umum, atau merintangi jalan umum darat atau air, atau menggagalkan usaha untuk pengamanan bangunan atau jalan yang membahayakan bagi keamanan lalu lintas," kata JPU, Rachmat Hari Basuki saat membacakan dakwaan.
Kasus ini bermula PT Saputra Karya memiliki proyek pengembangan Rumah Sakit Siloam Surabaya yang dikenal dengan Proyek Gubeng Mix Use Development Surabaya yang berlokasi di jalan Raya Gubeng no 88 Surabaya. Rencana dibangun Gedung bertingkat dengan rencana awal terdiri dari 20 lantai dan 2 lantai untuk basement, yang kemudian dirubah menjadi 23 lantai dan 4 lantai untuk basement.
Bahwa untuk kepentingan pelaksanaan proyek tersebut, pihak PT Saputra Karya menunjuk CV Testana Engineering untuk penyelidikan tanah guna menyediakan data pelapisan tanah bawah di lokasi proyek tersebut dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Nomor 006/P3K/PRY-SKA P0043.004.07.SBY.SWR/II/2013 tanggal 5 Pebruari 2013.
Selanjutnya CV Testana Engineering melaksanakan pekerjaan penyelidikan pelapisan tanah bawah di lokasi Proyek Gubeng Mixed Used Development Surabaya. Namun pekerjaan tersebut tidak dilakukan secara menyeluruh dan lengkap sesuai permintaan PT Saputra Karya sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja.
Terdakwa ini tidak melakukan pengukuran geodesi atau pengukuran tanah, tidak melakukan pengukuran koordinat titik uji, tidak melakukan pengukuran dan pemetaan tanah, tidak melakukan pengikatan koordinat titik titik uji, tidak melakukan pengujian Triaxial Consolidated Undrained, tidak melakukan penyelidikan air tanah dan tidak melakukan penghitungan Debit Air dan Permeabilitas tanah/rembesan pada lokasi proyek.
"Padahal jenis pekerjaan tersebut sangat diperlukan karena akan dilakukan pengerjaan galian untuk mendukung konstruksi basement kemudian setelah melakukan pekerjaan tersebut," kata Rachmat.
Kemudian, lanjut Rachmat, saat pengerjaan proyek dimulai, pihak CV Testana Engineering memberikan rekomendasi kepada PT Saputra Karya, bahwa keberadaan muka air tanah yang cukup tinggi pada lokasi proyek perlu mendapat perhatian sendiri.
Selanjutnya, kata Rachmat, pada tanggal 4 Desember 2013, pihak PT Saputra Karya menandatangani kontrak dengan PT Indopora Tbk untuk melaksanakan pekerjaan Bore Pile Proyek Gubeng Mixed Used Development Surabaya sebagaimana kontrak no. 016/OL/PRY-SBY-SK/1/2014.
"Padahal PT Saputra Karya sebagai pemilik Proyek Gubeng Mixed Used Development Surabaya belum melaksanakan rekomendasi yang diberikan oleh pihak CV Testana Engineering dan pihak Pemkot Surabaya belum menerbitkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) atas proyek kerjasama dengan PT Indopora Tbk," katanya.
Atas perbuatan para terdakwa ini pada akhirnya berakibat longsornya tanah di luar bangunan proyek penggalian konstruksi basement Proyek Gubeng Mixed Used Development Surabaya di jalan Raya Gubeng no 88 Surabaya yang disebabkan antara lain karena soldier pile, ground anchor dan baja strands yang tidak mampu menahan beban tanah di luar proyek.
"Para terdakwa melanggar Pasal 192 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sedangkan dalam dakwaan kedua, para terdakwa disangkakan melanggar Pasal 63 ayat (1) UU RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," katanya.
Atas dakwaan tersebut, para terdakwa akan melakukan sanggahan yang akan disampaikan dalam sidang pembelaan. "Tidak ada hal-hal formil yang perlu dilakukan keberatan. Jadi, keberatan-keberatan kami sifatnya substansi perkaranya langsung. Kalau substansi perkaranya langsungkan tempatnya bukan di eksepsi tapi tempatnya nanti di nota pembelaan (pledoi)," ucap Martin, salah satu kuasa hukum terdakwa.