Sidang Mafia BBM Laut, Karyawan Bahana Ungkap Celah Penggelapan
Sebanyak 6 karyawan PT Bahana Line, perusahaan pemasok bahan bakar minyak (BBM) untuk kapal, memberikan kesaksian pada sidang lanjutan perkara penggelapan pasokan BBM jenis solar untuk kapal-kapal PT Meratus Line di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis 26 Januari 2023.
Mereka adalah Alma, M Loso, Fuad Fauzi, Bambang Siswanto, Zainal Abidin, dan Eko Suwanto yang bertugas sebagai pengawas (operational on board/OOB) ketika tongkang milik PT Bahana Line melakukan pengisian ke kapal-kapal PT Meratus Line.
Pada salah satu bagian persidangan, para saksi membenarkan bahwa selama proses pengisian, ujung selang atau pipa yang digunakan untuk menyalurkan solar ke tangki kapal PT Meratus Line dapat saja dipindahkan ke tangki tongkang PT Bahana Line sendiri. Jika itu dilakukan, maka tidak seluruh solar yang dipesan berdasarkan purchase order (PO) diisikan ke tangki kapal Meratus.
Hal itu dimungkinkan, kata mereka, karena panjang pipa selang tersebut mencapai sekitar 30 meter.
“Bisa. Panjang selang (pipa) dari MFM (mass flow meter) menuju ke tangki kapal PT Meratus Line sekitar 30 meter,” ujar Eko menjawab pertanyaan salah satu penasihat hukum dari para terdakwa. Jawaban Eko pun diamini oleh 5 saksi lainnya.
Jika hendak memindahkan pipa ke tangki tongkang kapal PT Bahana Line selama proses pengisian, ujar mereka, maka pompa pengisian harus dihentikan lebih dulu. Setelah ujung pipa diarahkan ke tangki yang dituju, maka pompa kembali dinyalakan.
Dengan demikian, bukti jumlah solar yang dipompakan dari tangki tongkang PT Bahana Line ke kapal PT Meratus Line tetap sesuai pesanan karena solar tetap melewati MFM milik PT Meratus Line.
Kesaksian tersebut sejalan dengan kesaksian Basuki Dwi Raharjo, Manajer Bunker and Networking PT Meratus Line, di sesi persidangan selanjutnya pada Kamis, 26 Januari 2023 malam.
Menurut Basuki, pipa selang yang menyalurkan solar ke tanki kapal PT Meratus Line bisa saja diarahkan ke tangki tongkang PT Bahana Line di tengah atau di akhir proses pengisian solar.
Namun, 6 saksi dari PT Bahana Line kompak mengaku tidak pernah melihat adanya pemindahan ujung selang ke tangki kapal PT Bahana Line sendiri selama proses pengisian.
Meski demikian, para saksi juga mengakui bahwa di tengah-tengah proses pengisian mereka akan selalu masuk ke dalam ruangan kapal sesuai perintah Sukardi, atasan mereka. Sukardi meminta mereka masuk ke ruang kapal untuk menyiapkan nota tanda terima (receipt for bunker) sehingga mereka tidak dapat mengawasi seluruh proses pengisian.
“Jika ada Pak Sukardi ya kami tidak melakukan pengawasan penuh. Di tengah-tengah proses pengisian, kami masuk ke ruangan untuk membuat RFB,” ujar saksi Fauzi.
Isi tangki dilaporkan lisan
Muncul juga kesaksian janggal di antara kesaksian-kesaksian yang selalu nyaris seragam dari 6 karyawan PT Bahana Line itu. Letak keanehan adalah pada laporan lisan volume BBM di tangki tongkang PT Bahana Line sebelum dan sesudah proses pengisian. Laporan lisan itu disampaikan kepada atasan mereka, David Ellis Sinaga dan Dody Teguh Perkasa.
Padahal, di setiap tongkang PT Bahana Line terdapat sekitar 6 tangki, sehingga memunculkan pertanyaan apakah mereka dapat mengingat berapa volume setiap tangki sebelum dan sesudah proses pengisian.
“Iya. Memang tidak ada laporan tertulis. Laporan hasil ‘sounding’ tangki kami laporkan lisan,” ujar Eko yang kembali diamini rekan-rekannya.
Para karyawan PT Bahana Line tersebut juga beberapa kali mendapat peringatan dari Ketua Majelis Hakim Sutrisno agar memberikan jawaban jujur atas pertanyaan yang diajukan baik oleh jaksa penuntut umum (JPU) maupun penasihat hukum para terdakwa.
Peringatan itu disampaikan Sutrisno setelah salah satu penasihat hukum memprotes sejumlah pernyataan saksi yang tidak konsisten.
“Jika saudara-saudara saksi berbohong, bukan hanya berdosa tapi juga ada sanksi pidananya. Ingat, saudara-saudara sudah disumpah,” ujar Sutrisno.
Salah seorang penasihat hukum juga sempat memprotes beberapa saksi-saksi yang sering terlihat berunding lebih dulu dengan rekan-rekannya sebelum memberikan jawaban yang diajukan.
“Tolong bapak-bapak jawab saja pertanyaan kami. Jangan selalu berunding dulu sebelum menjawab,” ujar seorang penasihat hukum.
Isu mafia penggelapan BBM untuk moda transportasi laut muncul setelah PT Meratus Line melaporkan ke Polda Jatim pada Februari 2022 tentang adanya dugaan penggelapan BBM yang dipasok PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.
Setelah penyelidikan ditingkatkan ke penyidikan, polisi menetapkan 17 tersangka yang kini berstatus sebagai terdakwa. Mereka adalah Edi Setyawan, Erwinsyah Urbanus, Eko Islindayanto, Nur Habib Thohir, Edial Nanang Setyawan, dan Anggoro Putro.
Selain itu David Ellis Sinaga, Dody Teguh Perkasa, Dwi Handoko Lelono, Mohammad Halik, Sukardi, Sugeng Gunadi, Nanang Sugiyanto, Herlianto, Abdul Rofik, Supriyadi, dan Heri Cahyono.
Para terdakwa terdiri dari 5 karyawan PT Bahana Line, 2 karyawan outsourcing, dan 10 karyawan PT Meratus Line.
PT Meratus Line meyakini praktik penggelapan merupakan ulah mafia atau sindikat kejahatan yang terorganisir. Mafia tersebut terdiri dari pelaku lapangan yang dikoordinatori oleh Edi Setyawan.
Mengingat besarnya jumlah BBM yang digelapkan, diyakini adanya pihak yang memiliki infrastruktur dan sumber daya yang memadai dan mendukung berlangsungnya praktik penggelapan selama bertahun-tahun. Pihak di belakang para pelaku lapangan itu diduga juga berperan sebagai penadah BBM hasil penggelapan.
Advertisement