Sidang Lanjutan Ikan Mati Massal Kembali Ditunda
Sidang lanjutan gugatan kasus ikan mati massal di sungai Brantas, antara penggugat Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan basah (Ecological Observation and Wetlands Conservation/Ecoton) dengan tiga lembaga pemerintahan yakni Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kembali ditunda.
Penyebabnya karena surat kuasa dari tergugat 1 yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan tergugat 2 dari Kementerian PUPR belum ditandatangani.
“Karena berkas-berkas surat kuasa tergugat 1 dan 2 belum lengkap maka sidang kita tunda,” kata Majelis Hakim, Anne Russia, di Ruang Sidang Garuda 1, Pengadilan negeri (PN) Surabaya, Rabu 13 Maret 2019.
Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pun, akhirnya memberikan tenggat waktu hingga 26 Maret 2019 kepada pihak tergugat untuk melengkapi berkas-berkas pada sidang selanjutnya. Sidang lanjutan rencananya akan mengagendakan mediasi antara penuntut dan tergugat.
Kuasa hukum dari tergugat 1 yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Endah Purwatiningsih mengatakan bahwa pihaknya baru datang bersama dengan kuasa hukum dari Kementerian Lingkungan Hidup dan PUPR. Jadi, dia mengaku masih awal-awal menangani kasus ini. Sehingga masih ada yang dibenahi.
Pada sidang pertama yang digelar 13 Februari lalu, hanya tergugat 1 dari pihak Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang hadir. Sedangkan dari tergugat 2 yaitu Kementerian PUPR dan tergugat 3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak hadir.
Ditemui seusai sidang, kuasa hukum Ecoton, Rulli Mustika Adya mengungkapkan bahwa pihaknya sedikit senang dengan itikad baik dari tiga instansi yang sudah datang ke persidangan. “Kemarin waktu sidang pertama yang datang hanya perwakilan pemprov. Syukurlah sekarang dari Kementerian PUPR dan KLHK juga datang," ujarnya.
Sementara Direktur Ecoton, Prigi Arisandi berharap ada upaya serius pemerintah untuk memprioritaskan pencemaran di Brantas menjadi penanganan serius di level nasional.
“Walau Sungai Brantas ini lokasinya di Jawa Timur, namun kewenangannya di PUPR dan KLHK. Jadi inginnya ada koordinasi antara pusat dan daerah agar tidak terjadi peristiwa seperti tahun 2018 yang mana ada enam kejadian ikan mati massal. Padahal sebelumnya hanya 3-4 kejadian per tahun,” ujar Prigi.
Dalam gugatannya, pihak Ecoton memang mengajukan beberapa gugatan. Di antaranya meminta para tergugat untuk menangkap dan menghukum industry,-- pelaku pembuangan limbah yang mengakibatkan kematian ikan massal.
Lalu tergugat juga diharuskan memasang CCTV di setiap titik aliran pembuangan limbah dari industri yang melewati sungai Brantas dan segera bisa dianggarkan dalam APBD 2020. Serta, menyusun SOP penanganan saat terjadi kematian ikan massal dan menghukum pelaku dengan sanksi administrasi, perdata dan pidana.
Sementara itu, di luar gedung Pengadilan Negeri Surabaya, Ecoton juga memampang beberapa hasil foto-foto tentang ikan dan bendungan-bendungan. Foto-foto ini ditampilkan sebagai bagian dari kampanye tentang bahaya dampak limbah industri terhadap ekosistem ikan di sungai maupun laut.
Tampak juga lima orang aktivis dari Ecoton menjaga karya tersebut sembari meladeni orang-orang sekitar untuk bertanya-tanya.
“Harapannya dengan tuntutan ini, sungai di Brantas bahkan di seluruh Indonesia menjadi indah kembali, dan tidak ada pencemaran yang menjadi-jadi dari limbah industri," ungkap Nico salah satu aktivis Ecoton.