Sidang Itsbat dan Lebaran yang Berbeda
Oleh: Nadirsyah Hosen
Kaidah fiqh mengatakan: hukmul hakim yarfa’ul khilaf. Keputusan pemerintah itu menghilangkan perbedaan pendapat. Jadi, mau pakai hisab atau ru’yat, perdebatan selesai setelah Pemerintah mengambil keputusan lewat sidang Itsbat.
Siapapun Menteri Agama-nya, mau dari ormas manapun, semuanya harus patuh pada keputusan sidang Itsbat.
Buat apa ada sidang itsbat kalau ormas mementingkan egonya sendiri? Ini kita bicara kaidah fiqh yah. Kita gak bicara politik, psikologi atau radiologi 😊
Tapi dalam kehidupan bermasyarakat, yang lebarannya berbeda juga tidak dilarang. Silakan berbeda, tapi jangan demonstratif dan frontal. Harus bertenggang rasa. Apik toh?
Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari pernah menegur menantunya yg ahli hisab dan lebarannya duluan. Ditegur bukan karena lebarannya berbeda, tapi karena demonstratif mengajak warga takbiran. Padahal masih ada yg puasa besoknya. Sampai di sini paham yah pointnya? 🙏
Buat apa sidang Itsbat kalau pemerintah juga disuruh memfasilitasi lebaran yg berbeda? Gunakan fasilitas milik sendiri di tempat tertentu. Kalau ditolak pakai lapangan/masjid/halaman perkantoran milik pemerintah, ya gak usah ngamuk di medsos. Tahu diri lah. Toh, gak di larang ente mau lebarannya berbeda. Tapi tolong juga bertenggang rasa. Toleransi itu simpel kok.
Jadi, gak usah demonstratif, apalagi minta difasilitasi Pemerintah, padahal gak mau ikut keputusan Pemerintah. Ibarat orang nikah siri tapi ngotot minta buku nikah. Repot kan? 😊
Silakan berbeda, meski kaidah fiqh tidak di-ikuti, tapi jangan lupa untuk bertenggang rasa pada mereka yang masih lanjut puasa, belum takbiran dan belum shalat ied.
Tolong gak usah demonstratif makan opornya 😄
Kita memang masih harus terus belajar mengelola perbedaan pendapat dan menata ulang hati kita khususnya ego sektoral keormasan.
Sehat, selamat dan maslahat semuanya 🙏😍
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Advertisement