Sidang Mantan Bupati Probolinggo, Brankas Rp 6,3 Miliar Jadi Rebutan
Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipidkor) Jawa Timur menggelar sidang lanjutan dengan terdakwa Mantan Bupati Probolinggo Hasan Aminudin dan istrinya Puput Tantriana. Mereka diduga terlibat dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam agenda sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan enam orang saksi. Tiga diantaranya adalah Zulfikar Imawan Ketua DPD Nasdem Probolinggo Kota, dan Nazarudin bersama istrinya.
Ketiga saksi membahas tentang brangkas milik terdakwa Hasan Aminudin yang dititipkan kepada Zulfikar Imawan pada tahun 2018 lalu sebelum munculnya kasus OTT KPK.
“Waktu itu sekitar tahun 2017-2018 an, Hasan Aminudin menyampaikan lewat telepon titip brankas ke saya. Namun kunci atau kode dipegang pak Hasan. Sebelum OTT, pak Hasan dan bu Puput beberapa kali datang kerumah saya untuk melihat brankasnya,” ucap Iwan, panggilan akrabnya dalam kesaksiannya, Jumat 20 September 2024.
Iwan menceritakan, ia panik saat ada peristiwa OTT KPK lalu dirinya menghubungi keluarga Hasan Aminudin terkait nasib brankas yang dititipkan kepadanya. Namun keluarga Hasan tak tahu-menahu tentang brankas tersebut.
Kemudian Iwan menghubungi Nazarudin, yang disebut sebagai orang kepercayaan Hasan Aminudin, untuk menanyakan nasib brankas. Lalu mereka berdua sepakat membuka brankas itu menggunakan jasa pihak ketiga. Menurut Iwan, karena Hasan masih punya hutang kepadanya, ia berniat memanfaatkan sebagian uang yang ada di brankas itu sebagai gantinya.
Brankas berukuran cukup besar itu kemudian dibawa ke Jakarta, kerumah Nazarudin menggunakan mobil warna putih. Nazarudin adalah seorang Perwira Polisi yang berdinas di Polda Metro Jaya.
Nazarudin menceritakan, setelah dibuka brankas itu berisi uang tunai senilai Rp 5,3 miliar, surat-surat, dan beberapa deposito senilai Rp47 miliar. Menurut Nazarudin, Iwan langsung membagikan uang isi brankas tersebut kepada beberapa orang, Nazarudin menerima Rp 2,1 miliar, Iwan menerima tunai Rp 3,2 miliar, pak kiai (tidak disebutkan namanya) Rp150 juta, dan Agus Rp50 juta.
Namun kesaksian Nazarudin tidak sesuai dengan Iwan. Menurut Iwan, uang tunai di dalam brankas itu nilainya Rp 6,3 miliar. Sedangkan Iwan hanya mendapat bagian sekitar Rp550 juta.
Kesaksian Iwan dan Nazarudin sempat membuat Majelis Hakim Ferdinand Marcus Leander, Abdul Gani, dan Pultoni geram. Majelis Hakim kemudian memberi kesempatan kepada kedua terdakwa untuk menanggapi keterangan kedua saksi.
Hasan Aminudin menolak klaim, Nazarudin adalah orang terdekatnya. Mengenai deposito dan lainnya akan disampaikan oleh kedua terdakwa pada saat sidang pledoi. “Keterangan para saksi ini bersekongkol,” ucapnya singkat.
Saat Hasan Aminudin bertanya kepada Nazarudin, terkait membongkar brankas yang bukan miliknya tanpa ijin, hal tersebut diakui oleh Nazarudin sebagai tindakan melanggar hukum. “Saya mengakui dengan sengaja ingin menguasai uang milik orang lain, itu termasuk perbuatan melanggar hukum,” terangnya.
Sementara itu, Ari Mukhti Kuasa Hukum Hasan Aminudin dan Istrinya Puput Tantriana mengatakan, dari semua saksi berdiri sendiri tidak ada kesamaan. Sedangkan dalam satu sisi barang ini bukan miliknya tapi dikuasai dengan cara melawan hukum oleh orang lain.
“Brankas milik orang lain kenapa kok dibongkar. Nilai uang juga gak sesuai, pembagian uang kepada siapa juga gak tahu. Brankas itu diakui oleh pak Hasan, betul itu adalah miliknya. Ya biar majelis hakim nanti yg akan menilai,” tutupnya.