Sidang E-KTP, Ganjar Pranowo Mengaku Tiga Kali Ditawari Uang
Jakarta: Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengakui pernah ditawari uang oleh koordinator Badan Anggaran Komisi II Mustoko Weni terkait pengadaan pekerjaan KTP elektronik (E-KTP)
“Saya tidak ingat kapan tawaran itu kalau tidak sekali, dua kali, tiga kali dalam ruangan sidang, bu Mustoko Weni almarhumah dengan mengatakan Dek ini ada titipan, Saya katakan tidak usah karena sudah jadi sikap saya sejak awal, saya mengira-ngira uang apa, tapi saya katakan pek en (ambil),” ujar Ganjar dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Ganjar menjadi saksi bersama dengan mantan Menteri Keuangan yang saat ini menjadi Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dan anggota Komisi III dari fraksi Partai Golkar Agun Gunanjar Sudarsa.
“Tawaran itu disampaikan setelah rapat Dek, dek ini ada titipan’, saya katakan tidak usah, tapi saya lupa rapat apa karena ada beberapakali rapat,” kata Ganjar.
Selain tiga kali penawaran uang, Ganjar juga pernah disodori goody bag oleh orang yang tidak dikenal saat sedang berbicara dengan stafnya.
“Suatu ketika setelah rapat selesai ngobrol dengan beberapa orang, saya ingatnya saya bicara sama staf saya, lalu tiba-tiba ada orang nyelonong dan memberikan goody bag, saya pikir buku ternyata dari bentuknya bukan buku lalu saya katakan balikin saja balikin, lalu dia pergi saja lari. Saya tidak tanya lagi orang ini siapa, saya tanya sama orang di depan saya itu siapa, ternyata juga tidak tahu,” jelas Ganjar.
Meski sudah tiga kali ditawari dan sekali disodori bungkusan, namun Ganjar mengaku tidak mencari tahu sumber uang tersebut.
“Saya tidak cari tahu karena tidak melihat barangnya dan lebih baik tidak terlibat dalam urusan itu. Penyidik lalu mengkonfrontasi saya sama Miryam, saya dikonfrontasi dan saya sampaikan Tolong saya diingetkan, jangan-jangan saya dikasih, lalu di depan dua penyidik Bu Miryam mengatakan Tidak saya tidak memberikan,” tambah Ganjar.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Miryam mendapat uang dari Sugiharto dan membagikan kepada 4 orang pimpinan komisi II DPR Chaeruman, Ganjar, Teguh, Taufik Effendi masing-masing 25 ribu dolar AS, 9 kapoksi masing-masing 14 ribu dolar AS termasuk ketua kelompok fraksi (kapoksi) merangkap pimpinan komisi, 50 anggota Komisi II DPR masing-masing 8 ribu dolar AS termasuk pimpinan komisi dan Kapoksi.
“Jadi saya tidak tahu persis uang itu terkait apa karena tidak pernah disebutkan itu titipan apa, saya hanya perkirakan, saya tidak tanya sumbernya dari mana atau ada sumber proyek lain, tapi karena sikap saya tidak mau sentuh itu maka saya tidak mau itu,” kata Ganjar.
Ganjar pun membantah pernah bicara dengan dengan pemerintah soal “fee” atau pembagian jatah dan tidak pernah diajak bicara atau pun mendengar mengenai proses berjalan. “Saya asumsi itu uang jadi saat ditawarkan begitu maka saya menghindar,” ujarnya.
“Artinya bisa saja uang yang disampaikan dengan cara sopan tadi adalah uang haram yang merugikan negara, apa tidak ada pemikiran supaya uang haram tidak ada kerugian negara?” tanya ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar.
“Saya tidak berpikir begitu, tidak menyentuh saja sebagai suatu sikap,” jawab Ganjar.
“Jadi secara nyata dalam kaitan dengan e-KTP, apakah terima uang?” tanya hakim Jhon.
“Tidak sama sekali, tapi apakah saya ditawari, saya katakan kalau saya ditawari. Saya baru baca berita Miryam tidak pernah memberikan ke saya, karena saya menolak terus lalu diserahkan ke kapoksi,” jawab Ganjar.
Ketua Kelompok Fraksi PDI-Perjuangan saat itu adalah Yasonna H Laoly yang saat ini menjadi Menteri Hukum dan HAM.
“Anda menolak terus dikasih ke Yasonna?” tanya hakim anggota Anwar.
“Saya tidak tahu,” jawab Ganjar.
Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Jendera Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Selain keduanya, KPK juga baru menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun dari total anggaran Rp5,95 triliun. (kuy)