Sibuk Saling Ejek, Belum Ada Kubu Capres Bicara Program
Peneliti senior dan pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, sampai sekarang belum melihat dua kubu kandidat presiden maupun wakil presiden yang akan bertarung di Pilpres 2019 beradu gagasan.
Kedua kubu masih terperangkap pada pola saling mengolok dan mencari-cari kesalahan lawan sebagai amunisi untuk menyerang balik. "Di media sosial maupun media mainstrem, saya tidak melihat kedua kubu adu gagasan. Yang ramai saling mengejek, " kata Siti Zuhro, ketika dihubungi Ngopibareng.id, Sabtu, 24 November 2018.
Guru besar LIPI ini mengambil contoh istilah yang menjadi trending topic di media sosial dalam beberapa pekan terakhir, seperti tampang Boyolali, genderuwo, sontoloyo, buta dan tuli, ojek online. Kesleo satu kalimat saja bisa digoreng dan menjadi bahan olokan berhari-hari katanya.
Kalau kedua kubu tidak saling mengalah dan jual beli serangan ini diterus-teruskan, yang merasa dirugikan adalah calon pemilih. Sebab, calon pemilih tidak memperoleh informasi yang benar tentang kualitas, gagasan serta program yang akan diperjuangkan setelah terpilih menjadi presiden.
"Akibat minimnya informasi tetsebut, akhirnya masyarakat dipaksa membeli kucing dalam karung, dan ini sangat berisiko," Zuhro mengingatkan.
Pilpres kurang dari lima bulan lagi, sudah saatnya pasangan Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi serta para pendukungnya berhenti saling menghujat, dan mulai mengedepankan gagasan bagaimana membangun bangsa dan negara ke depan.
"Di kubu Pak Jokowi dan Pak Prabowo banyak intelektual, pemikir dan orang orang profesional. Tempatkan mereka di garda terdepan untuk memperkuat karakter dan strategi kedua kandidat, jangan diumpetin di belakang," pesan peniliti senior LIPI.
Sekarang yang dipertontonkan di depan publik saling ejek, berita hoax, maka masyarakat beropini kubu siapa yang paling jago dalam jual beli sarangan, maka kandidat itulah yang dianggap paling hebat dan layak untuk dipilih.
"Kalau ini sampai terjadi, merupakan sebuah kekonyolan. Orang memilih bukan karena pikiran dan gagasannya, tapi karena cerdik dalam jual beli serangan yang tidak ada relefansinya dalam mencari pemimpin yang jempolan," tuturnya.(asm)