Siasat KPU Agar Pemilih Tahu Caleg Mantan Koruptor
Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa lagi melarang mantan koruptor untuk maju menjadi caleg di Pemilu 2019. Putusan Mahkamah Agung (MA) membuat para mantan koruptor tetap memiliki hak menjadi calon wakil rakyat untuk bersuara di parlemen.
Meski demikian, penyelenggara pemilu tetap berupaya menekan para caleg yang tidak berintegritas maju di pemilu. Salah satu upayanya dengan cara akan membuat tanda khusus bagi caleg yang merupakan mantan koruptor. Langkah itu supaya pemilih mengetahui siapa saja caleg bekas koruptor.
"Semangat yang kami jadikan dasar dalam PKPU itu mencari instrumen yang bisa memastikan publik mengetahui keberadaan caleg tersebut (eks napi koruptor, Red)," kata Komisioner KPU Viryan Azis kemarin 15 September.
Hanya, KPU tidak mau buru-buru merealisasikan wacana itu. Sebab, sebagaimana mekanisme yang ada, prosedur pengambilan kebijakan melalui sejumlah rangkaian. Mulai rapat pleno komisioner, rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR dan pemerintah, hingga uji publik.
Mengingat waktu penetapan daftar caleg tetap (DCT) dijadwalkan pada 20 September, mantan KPU Pontianak itu memastikan keputusan akan diambil secepatnya. "Kami perlu berhati-hati dan cermat dalam melakukan penyesuaian di PKPU sehingga tidak menghasilkan permasalahan baru," terang dia.
Viryan mengatakan, KPU menunggu salinan putusan MA yang memperbolehkan mantan koruptor bisa dipilih dalam pemilu legislatif (pileg) tahun depan. Bila salinan sudah di tangan, KPU segera mempelajarinya. Khususnya terkait apakah putusan MA itu hanya untuk caleg eks koruptor yang menggugat ke Bawaslu atau termasuk memulihkan nama-nama yang sudah diganti.
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi menambahkan, meski aturannya sudah dibatalkan MA, dirinya berharap partai politik (parpol) memiliki komitmen untuk menarik calegnya yang berstatus eks koruptor. Apalagi, janji tersebut sudah disampaikan partai saat menandatangani pakta integritas.
"Secara legal diperbolehkan MA. Tapi, secara etis, partai di internal mereka berhak mengatur caleg mantan koruptor tidak didaftarkan," ujarnya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, putusan MA memang sangat mengecewakan. Meski demikian, dia berharap ikhtiar untuk mewujudkan caleg berintegritas tidak berhenti.
Selain menagih partai memenuhi komitmen pakta integritas, penyelenggara masih bisa melakukan akselerasi. Salah satunya dengan menandai atau membuka riwayat hidup caleg eks koruptor. Dengan begitu, publik bisa mendapatkan informasi dan caleg koruptor diharapkan tidak lagi terpilih. "Bahkan sampai pengumuman di TPS-TPS di mana ada caleg yang merupakan mantan napi koruptor," kata dia.
Titi menilai, penyelenggara tidak perlu ragu untuk memberikan perhatian khusus terhadap caleg eks koruptor. Perempuan asal Palembang itu berharap semangat yang diwacanakan KPU bisa diakomodasi dalam peraturan undang-undang. Dengan demikian, dari aspek hukum, dasar yang dijadikan pijakan bisa lebih kuat.