Siapapun Presidennya, Penanganan Stunting Harus Berkelanjutan
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, penanganan stunting harus dilakukan secara berkelanjutan sampai tuntas.
"Jadi siapapun Presidennya, gubernurnya, walikotanya, camatnya, lurahnya, penanganan stunting ini harus menjadi program berkelanjutan dan seumur hidup. Selama Indonesia masih merdeka maka stunting ini harus diperangi betul," ujar Muhadjir dalam Dialog Penanganan Stunting Bersama Warga Kelurahan Wonorejo, di Balai Penyuluhan KB Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau, pada Jumat, (19/5/2023).
Dalam kesempatan itu, hadir Gubernur Riau Syamsuar, Sekda Pekanbaru Indra Nomi Nasution, Ketua TPP PKK Rilla Muflihun, Kadinsos Pekanbaru, Kadinkes Pekanbaru, Kadis Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Camat Kecamatan Marpoyan Damai, Lurah Kelurahan Wonorejo, dan para penggerak PKK, jajaran pendamping keluarga, dan para ibu dengan anak rentan stunting.
Muhadjir melakukan dialog dengan kalangan ibu dengan anak rentan stunting di Kota Pekanbaru. Ia ingin mendengar langsung dari ibu-ibu terkait dengan intervensi pemerintah yang diperoleh ibu-ibu. Misalnya, bantuan intervensi gizi, pendampingan dari pendamping KB.
Dengan sungguh-sungguh Muhadjir mendengar keluhan dari para ibu. Mereka sebagian masih belum masuk dalam penerima PKH dan belum menerima bantuan sosial. Ia meminta supaya pihak kelurahan, kecamatan, dan dinas sosial untuk mendata para ibu-ibu dengan anak rentan stunting supaya bisa mendapatkan bantuan PKH.
"Bantuan PKH yang belum terima supaya didata betul-betul, dikirimkan ke Kemenko PMK untuk dimasukkan ke DTKS dan P3KE supaya bisa diintervensi. Sementara bisa dari anggaran bansos kota atau dari provinsi atau dana kelurahan atau dana CSR," ucap Muhadjir.
Perhatian khusus
Menurut Muhadjir, penanganan stunting sebagai bagian dari pembangunan sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sebelum pernikahan, sebelum kelahiran, hingga fase bayi, anak-anak, dan dewasa. Pemerintah daerah, mulai dari pemerintah provinsi sampai tingkat kelurahan dan desa harus memberikan perhatian khusus demi terciptanya SDM unggul dan berkualitas.
"Karena untuk pembangunan sumber daya manusia kita itu harus dimulai dari ketika lahir dalam keadaan sehat, dalam keadaan tidak stunting. Karena kalau sudah tidak sehat sampai kapanpun tidak akan bagus SDM kita," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Jokowi Jilid Satu ini.
Berdasarkan data SSGI 2022, Prevalensi Stunting Provinsi Riau sebesar 17 persen. Berdasarkan data e-PPGBM Agustus 2022 sebanyak 1.782 balita. Kemudian, menurut SSGI 2022, prevalensi stunting Kota Pekanbaru sebesar 16,8 persen. Berdasarkan data e-PPGBM Agustus 2022 sebanyak 12.166 balita. Prevalensi stunting Pekanbaru dan Riau sendiri sudah di bawah rata-rata nasional.
Muhadjir menegaskan, intervensi penanganan stunting dan kemiskinan harus dilakukan secara berkesinambungan. Karena, penyebab stunting dan kemiskinan saling beririsan dan harus ditangani keduanya supaya bisa mengentaskan stunting.
Dalam hal ini, dia meminta supaya intervensi penanganan stunting dilakukan berbarengan, seperti intervensi kesehatan dan gizi untuk ibu dan bayi rentan stunting dan juga intervensi bantuan sosial untuk penanganan kemiskinan dapat dilakukan dengan maksimal.
"Penanganan stunting, rumah tangga miskin, itu harus ditangani secara terintegrasi. Tidak boleh terjadi lagi kelurahan di Kota Pekanbaru ini ada keluarga yang stunting dan tidak mendapatkan bantuan sosial," kata guru besar Universitas Negeri Malang (UM) ini.
Gubernur Riau Syamsuar menyampaikan, target penanganan stunting yang ingin dicapai di bawah 14 persen, di bawah target nasional. Pihaknya membutuhkan kerja sama antara pendamping, bidan, PKK, lurah, camat bisa menuntaskan mengurangi angka stunting di Pekanbaru.
"Target kami 12 persen. Maksimal sesuai target pemerintah. Mudah-mudahan tercapai," ujar gubernur.